Friday 4 November 2016




Bagi anda yang senang bermain air atau berenang mungkin bisa mencoba tempat yang satu ini, dengan lokasi yang berada di tengah kampung di kawasan hutan karet sehingga memiliki suasana yang berbeda dari kebanyakan waterboom. Tempat ini bisa menjadi alternatif tujuan wisata keluarga khususnya di sekitaran wilayah karanganyar bagian timur laut yang berbatasan langsung dengan kabupaten sragen. Waterboom Tirta Guwo Indah namanya, beralamat di Kampung Guworejo, Desa Sumberejo, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Tirta Guwo Indah menempati lahan yang cukup luas kurang lebih hampir 2000 meter  persegi dengan posisi di lereng bukit sehingga bisa melihat sebagian lereng gunung lawu. Lokasi Tirta Guwo Indah sekitar 25 km dari pusat kota karanganyar, dengan rute Karanganyar kota ke timur, sampai simpang lima bejen ambil arah menuju Kecamatan Mojogedang, sampai menemukan Terminal Batu Jamus (pasar batu jamus).  Dari Terminal Batu Jamus ambil ke kanan menuju kota Kecamatan Kerjo kemudian belok kiri menuju Desa Sambirejo, diperlukan waktu sekitar 10 menit dari Terminal Batu Jamus  sampai ke lokasi Tirta Guwo Indah.
  
Tirta Guwo Indah merupakan milik pribadi seorang pengusaha setempat, dengan 3 buah kolam yang terdiri dari kolam untuk anak-anak, waterboom, dan kolam renang dewasa. Di sebelah kanan terdapat taman yang cukup unik, berada di tepi sebuah sungai dengan dilengkapi miniatur Grojogan Sewu buatan dengan akses jalan melalui tangga menuruni lereng tebing di sebelah kanan kolam renang dewasa. Sewaktu menuruni tangga menuju taman ini akan dijumpai sebuah gua buatan di sebelah kiri dan bisa digunakan sebagai tempat istirahat yang dilengkapi dengan sehelai tikar sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan yang cukup eksotis dari lereng tebing.
 Tirta Guwa Indah juga memiliki sanggar aerobic dengan nama Wien’s Aerobic yang bisa menjadi alternatif olahraga selain berenang. Untuk fasilitas lainnya seperti “perosotan” dengan ketinggian 10 meter dan juga ember tumpah. Beberapa toilet, tempat bilas dan kamar mandi dapat ditemukan tepat di bawah menara perosotan. Di bagian depan setelah pintu masuk terdapat bangunan utama 2 lantai yang merupakan kantor dan ruang aerobic serta sebuah kantin yang menjual aneka minuman dan makanan, serta persewaan pelampung. Di sebelah kolam renang anak-anak terdapat semacam panggung musik mini lengkap dengan alat musik dan sound system dengan nama “Sogol Music”. Fasilitas tempat parkir baik sepeda motor maupun mobil berada di depan dengan lahan yang cukup luas dan beberapa petugas parkir yang siap membantu.

Ayo jelajah karanganyar ….

Thursday 3 November 2016

Taman Hutan Raya (Tahura) KGPAA Mangkunegoro I. Terletak di lereng Gunung Lawu, tepatnya di kompleks belakang Candi Sukuh, Desa Berjo, Ngargoyoso Karanganyar, fasilitas yang dikelola Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan (BPTP) Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah ini menawarkan pesona tersebut di lahan seluas 231,3 hektare. Pengunjung dapat memanfaatkan area alami yang terkemas kegiatan perkemahan, wisata jalan kaki, bermain di air terjun Parangijo dan meneliti ragam satwa dan hutan alam.
“Di area hutan yang dikelola ini hidup 42 jenis burung. Termasuk elang jawa. Kemudian 52 koleksi pohon. Jadi, anak-anak kita tidak perlu jauh mengenal alam dan ragam flora-fauna, cukup di Tahura saja,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Bowo Suryoko kepada KR saat meresmikan HUT ke-15 Tahura KGPAA Mangkunegoro I.
Untuk mencapai Tahura yang terkenal dengan pesona Candi Cetho-Sukuh dapat ditempuh perjalanan berjarak sekitar 36 kilometer dari Solo ke arah Tawangmangu. Pengelola menyediakan fasilitas di bumi perkemahan berdaya tampung 250 orang, berupa peralatan camping dan MCK. Menariknya, beberapa obyek wisata di tahura ini terhubung jalan setapak sepanjang 570 meter bermaterial gicok/batu blondos. Selain jalan gicok juga terdapat jalur tracking khusus bagi pengunjung yang menyukai tantangan lintas alam sepanjang 5 kilometer.
Tata kelola wahana konservasi alam ini melibatkan masyarakat selaku personel perawatan dan pemanfaatan. Tercatat, 300 warga di sekitar tahura memanfaatkan rumput di area tersebut sebagai pakan ternak. Sebagai timbal baliknya, mereka bertugas menjaga tahura dari pembalakan liar maupun kebakaran hutan.
Surga yang Tersembunyi
Berlibur menghabiskan waktu untuk melepaskan kepenatan setelah sepekan beraktifitas, tak harus berkunjung ke pusat berbelanja mewah atau pergi ketempat hiburan mewah lainnya yang bisa menguras isi dompet anda.
Namun hanya cukup mengeluarkan uang sebesar Rp 5 ribu saja, anda bisa menghirup udara segar pegunungan sekaligus berwisata berkelilling di sekitar candi yang terletak di bawah kaki Gunung Lawu.

Ya, memang benar potensi wisata alam yang ada di bawah kaki Gunung Lawu, tepatnya di Kabupaten Karanganyar ini memang memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Tak hanya udara segar ciri khas daerah pegunungan masih bisa di rasakan, di bawah lereng gunung Lawu juga terdapat hutan yang asri dan rimbun serta hewan-hewan seperti kera masih bebas berkiaran bergantungan di rindangnya pepohonan.
Itulah Taman Hutan Raya (Tahura) peninggalan K.G.P.A.A.Mangkunagoro I. Letaknya tepat dibelakang candi eskotik yang sudah mendunia yakni Candi Sukuh. Berlokasi di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Luas lahan Taman Hutan Rakyat (Tahura) ini sendiri yaitu sekitar sekitar 231 hektare.
Di Tahura inilah, wisatawan bisa berinteraksi langsung dengan alam. Dari Tahura ini juga, bila cuaca cerah, wisatawan bisa dengan mata telanjang tanpa menggunakan teropong, sangat leluasa melihat Kota Solo serta kota lainnya dari atas Gunung.

Tuesday 1 November 2016


Bagi yang memiliki minat dan ketertarikan berwisata spiritual Tirta Yatra, yaitu melakukan perjalanan napak tilas persembahyangan mengunjungi pura-pura, baik yang berada di daratan pulau bali ataupun di nusantara, pastilah mengenal Pura Patilesan (peristirahatan) Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan, yang lebih di kenal sebagai Pura Pasek dan merupakan induk dari Pura Pasek yang ada di daratan Bali. Pura ini terletak di desa Pasekan Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, Indonesia. Kira-kira 35 km sebelah timur kota Solo, satu jam perjalanan ditempuh dengan kendaraan. Letaknya yang tidak jauh dari obyek wisata Tawangmangu, di kaki gunung Lawu membuat pura Pemacekan yang dikelilingi alam nan hijau menjadi semakin sejuk.
Menengok kembali sejarah jaman dulu, pada awalnya bangunan ini memang merupakan tempat peribadatan umat Hindu yang berupa punden atau candi atau pura. Sebagaimana masyarakat Jawa pada zaman dulu memang banyak sekali penganut Hindu, tak terkecuali di wilayah Karangpandan ini. Hal ini terbukti ditemukannya bangunan Hindu di daerah sekitar tak jauh dari pura Pemacekan semisal Candi Sukuh, Candi Cetho, dll. Namun seiring berjalannya waktu, dengan terjadinya akulturasi kebudayaan antara penganut agama lain, penganut Hindu di sekitar pura menjadi semakin sedikit, meski dalam catatan sejarah, bangunan yang memiliki dominasi warna kuning dan merah ini pernah di bangun menjadi lebih megah dan mewah pada masa Pakoe Boewono XII.  Keterlibatan raja dari Keraton Surakarta dalam pembangunan kembali Pura Pemacekan (Pura Pasek) ini adalah cukup beralasan, karena bila di lihat dari silsilah vertikal raja-raja yang yang terpampang di dinding bangunan Pura Pemacekan itu, di mulai dari kerajaan Singosari dimasa pemerintahan Ken Arok hingga raja Surakarta yang sekarang adalah masih memiliki ikatan darah persaudaraan dengan Ki Ageng Pasek atau di kenal dengan nama Pangeran Arya Kusuma ini karena merupakan salah seorang menantu Pangeran Brawijaya V (raja terakhir dari kerajaan Majapahit), yang patilesannya terdapat di dalam bangunan Pura Pasek ini. Ki Ageng Pasek yang dikenal sebagai Arya Kusuma juga adalah seorang senopati kerajaan yang memiliki keahlian khusus, penunggang kuda saat berperang. Hingga meninggalnya dan kemudian dimakamkan di desa Pasek, Kecamatan Karangpandan, kabupaten Karanganyar, yang saat ini tepat di petilesannya didirikan Pura Pemacekan (Pura Pasek).

Piodalan di pura Pemacekan ini biasanya diselenggarakan setiap tujuh bulan saat bulan purnamasidi atau bertepatan dengan pengetan weton dari Ki Ageng Pasek yang mana Upacara Piodalan ini selain di rayakan oleh para pengempon Pura umat Hindu di karanganyar serta daerah Solo dan sekitarnya yang khususnya bermarga Pasek juga dihadiri oleh ratusan warga Hindu Bali dari marga Pasek juga.  Salah seorang Pengempon Pura Pasek ini adalah juga warga dari Desa Kemoning Klungkung yang berdomisili di Solo, yaitu bapak Nyoman Nasa, dalam menjalani masa-masa pension beliau, selalu mengabdikan hari-harinya merawat Pura Pasek ini.
Menghubungkan cerita Pura Pasek yang ada di tanah Jawi ini dengan issue-issue yang berkembang belakangan ini di daratan bali, dimana seiring dengan berjalannya waktu dan semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat di Bali, akhirnya menumbuhkan keingintahuan untuk menelusuri lebih jauh tentang asal-usul  nenek moyang atau leluhur keluarga mereka, yang di mulai tidak hanya ketika leluhur mereka berdomisili di balidwipa (pulau bali), melainkan di telusuri lebih jauh ketika nenek moyang mereka masih berdomisili di jawadwipa (pulau jawa) ketika kerajaan majapahit masih mengalami masa kejayaannya. penelitian oleh setiap individu mengenai silsilah keluarga / kelompok ini kemudian di tuliskan kedalam suatu babad, sehingga akhirnya di Bali saat ini dikenal berbagai macam Babad.
Lebih lanjut, menelusuri silsilah keluarga sedari nenek moyang baik dengan pergi ke tanah jawi atau melalui membaca babad yang di tulis orang lain, di bali saat ini sepertinya sedang menjadi trend. Salahkah kegiatan mereka ini, tentu tidak. kegiatan untuk mengetahui silsilah keluarga leluhur mereka, disamping akan menambah wawasan dari setiap pembacanya, membaca babad ini juga di khawatirkan sebagian orang akan memisahkan masyarakat bali menjadi kelompok-kelompok (soroh / clan) karena menemukan silsilah dirinya dalam babad.  kekhawatiran yang berlebihan ini mungkin masih dianggap wajar, hal ini untuk menghindarkan terulangnya fenomena masyarakat bali dari penafsiran yang berbeda-beda akan suatu konsep kehidupan bermasyarakat. sebagai contoh penafsiran akan keberadaan sistem wangsa di dalam kehidupan sosial kemasyarakat umat Hindu di Bali. dimana kalau menurut Manawa Dharmasastra, sistem wangsa dalam masyarakat Bali bukanlah untuk menentukan stratifikasi sosial paradigma tinggi-rendah (tidak setara antara wangsa yang satu dengan wangsa yang lainnya). Wangsa itu tidak menentukan seseorang itu Brahmana, Ksatria, Waisya maupun Sudra, melainkan sistem wangsa itu di buat untuk menentukan keakraban atau kerukunan famili, dan bukan untuk menentukan kasta atau varna seseorang. kita harapkan semoga masyarakat bali tidak terjerumus akan pemahaman yang sempit akan Babad ini. Kembali ke topik Babad, untuk apa sesungguhnya fungsi keberadaan Babad itu atau untuk apa Babad itu di tulis?  pada prinsipnya Babad itu adalah sejarah. Babad atau sejarah di tulis untuk melihat perjalanan sebuah peradaban. Dari penulisan ini kita menjadi tahu, siapa tokoh yang memainkan peran dalam peradaban itu.
Mengambil contoh dari salah satu Babad diatas yaitu Babad Pasek, umat Hindu dari seluruh pelosok daratan Bali yang bermarga Pasek, belakangan ini tidak hanya melakukan Tirta Yatra persembahyangan bersama ke Pura Dasar Gelgel Klungkung yang di yakininya sebagai induknya Pura Pasek di Bali , melainkan juga melakukan Tirta Yatra persembahyangan bersama ke Pura Patilesan (peristirahatan) Ki Ageng Pemacekan yang oleh masyarakat Bali di yakininya sebagai induknya Pura Pasek – pura Pasek yang ada di Bali,  dan belakangan ini selalu menunjukkan statistik yang kian terus meningkat bila di lihat dari jumlah kendaraan bis rombongan dari bali.
Akhir kata, seandainya ada pembaca artikel ini yang bermarga Pasek yang tertarik untuk melakukan wisata spiritual Tirta Yatra ke Pura Pasek yang ada di Jawa ini, berikut alamat detailnya: Pura Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan, desa Pasekan Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah.

Contact Admin

Recent Post

    Area Soloraya

    VISIT SOLORAYA

    Seni Budaya Jawa

    Popular Posts

    Kalender

    Translate To



    EnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianBrazilJapaneseKoreanArabicChinese Simplified



    Labels

    Boyolali (14) Karanganyar (25) Klaten (11) Sragen (17) Sukoharjo (11) Surakarta (13) Wonogiri (14)