Wednesday 30 March 2016

Sragen banyak memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan sebagai andalan wisatanya. Salah satunya objek wisata tersembunyi, keesotisan Air Terjun Grojokan Teleng yang terlupakan.

Grojokan Teleng berada tak jauh dengan pemandian air panas Sendang Panguripan (Ngunut) di Dukuh Sambilenguk, Desa Jetis, Kecamatan Sambirejo, Sragen.
Air terjun ini hanya ditempuk dengan jalan kaki sekitar 10 menit atau berjarak 300 meter dari sumber air panas Ngunut. Warga Sambilenguk sudah terbiasa dengan air terjun itu. Grojokan itu merupakan hulunya Sungai Sambilenguk. Atas dasar itulah, masyarakat setempat memberi nama Grojokan Teleng.
Priyono, Kepala Desa Jetis, mengatakan, bahwa mereka merasa kesulitan mengembangkan kawasan Sambilenguk sebagai desa wisata tanpa dukungan Pemkab. Priyono tidak sanggup bila harus membiayai pengembangan wisata alam itu. Ia ingin mengelola objek wisata di Jetis, termasuk Sambilenguk, dalam wadah badan usaha milik desa (BUMDes).
“Kami sudah berulang kali menyampaikan potensi pengembangan pariwisata di Jetis kepada Disparbudpora Sragen tetapi sampai sekarang belum ada tanggapan. Kami hanya bisa berharap adanya perhatian dari Pemkab,” keluhnya.
Agus Widoyo, 34, pegawai honorer dari Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Sragen, dan Arman, seorang pendatang baru dari Kendal yang belum lama tinggal di dukuh itu. Mereka berangan-angan mengembangkan grojokan itu menjadi objek wisata andalan di Sambirejo. 
Agus berencana akan membuat jembatan yang menghubungkan antarbukit di pintu masuk grojokan. Ia juga ingin membuat arena rappelling atau menuruni tebing dengan tali untuk mencapai grojokan itu.
Agus menjelaskan, sebagai awalan, mereka sudah memasang papan petunjuk arah ke grojokan, pemandian air hangat, gua landak, arena outbound dan seterusnya. "Banyak orang yang belum tahu. Air terjun ini pernah diunggah ke Facebook oleh komunitas anak muda Sragen Walker. Kami berharap ada dukungan pemerintah untuk mengembangkan wisata alam ini,” imbuhnya.
- See more at: http://www.griyawisata.com/nasional/nasional/artikel/keksotisan-air-terjun-grojokan-teleng-yang-terlupakan#sthash.MB3muAOa.dpuf
Sragen banyak memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan sebagai andalan wisatanya. Salah satunya objek wisata tersembunyi, keesotisan Air Terjun Grojokan Teleng yang terlupakan.

Grojokan Teleng berada tak jauh dengan pemandian air panas Sendang Panguripan (Ngunut) di Dukuh Sambilenguk, Desa Jetis, Kecamatan Sambirejo, Sragen.
Air terjun ini hanya ditempuk dengan jalan kaki sekitar 10 menit atau berjarak 300 meter dari sumber air panas Ngunut. Warga Sambilenguk sudah terbiasa dengan air terjun itu. Grojokan itu merupakan hulunya Sungai Sambilenguk. Atas dasar itulah, masyarakat setempat memberi nama Grojokan Teleng.
Priyono, Kepala Desa Jetis, mengatakan, bahwa mereka merasa kesulitan mengembangkan kawasan Sambilenguk sebagai desa wisata tanpa dukungan Pemkab. Priyono tidak sanggup bila harus membiayai pengembangan wisata alam itu. Ia ingin mengelola objek wisata di Jetis, termasuk Sambilenguk, dalam wadah badan usaha milik desa (BUMDes).
“Kami sudah berulang kali menyampaikan potensi pengembangan pariwisata di Jetis kepada Disparbudpora Sragen tetapi sampai sekarang belum ada tanggapan. Kami hanya bisa berharap adanya perhatian dari Pemkab,” keluhnya.
Agus Widoyo, 34, pegawai honorer dari Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Sragen, dan Arman, seorang pendatang baru dari Kendal yang belum lama tinggal di dukuh itu. Mereka berangan-angan mengembangkan grojokan itu menjadi objek wisata andalan di Sambirejo. 
Agus berencana akan membuat jembatan yang menghubungkan antarbukit di pintu masuk grojokan. Ia juga ingin membuat arena rappelling atau menuruni tebing dengan tali untuk mencapai grojokan itu.
Agus menjelaskan, sebagai awalan, mereka sudah memasang papan petunjuk arah ke grojokan, pemandian air hangat, gua landak, arena outbound dan seterusnya. "Banyak orang yang belum tahu. Air terjun ini pernah diunggah ke Facebook oleh komunitas anak muda Sragen Walker. Kami berharap ada dukungan pemerintah untuk mengembangkan wisata alam ini,” imbuhnya

Sragen banyak memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan sebagai andalan wisatanya. Salah satunya objek wisata tersembunyi, keesotisan Air Terjun Grojokan Teleng yang terlupakan.

Grojokan Teleng berada tak jauh dengan pemandian air panas Sendang Panguripan (Ngunut) di Dukuh Sambilenguk, Desa Jetis, Kecamatan Sambirejo, Sragen.
Air terjun ini hanya ditempuk dengan jalan kaki sekitar 10 menit atau berjarak 300 meter dari sumber air panas Ngunut. Warga Sambilenguk sudah terbiasa dengan air terjun itu. Grojokan itu merupakan hulunya Sungai Sambilenguk. Atas dasar itulah, masyarakat setempat memberi nama Grojokan Teleng.
Priyono, Kepala Desa Jetis, mengatakan, bahwa mereka merasa kesulitan mengembangkan kawasan Sambilenguk sebagai desa wisata tanpa dukungan Pemkab. Priyono tidak sanggup bila harus membiayai pengembangan wisata alam itu. Ia ingin mengelola objek wisata di Jetis, termasuk Sambilenguk, dalam wadah badan usaha milik desa (BUMDes).
“Kami sudah berulang kali menyampaikan potensi pengembangan pariwisata di Jetis kepada Disparbudpora Sragen tetapi sampai sekarang belum ada tanggapan. Kami hanya bisa berharap adanya perhatian dari Pemkab,” keluhnya.
Agus Widoyo, 34, pegawai honorer dari Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Sragen, dan Arman, seorang pendatang baru dari Kendal yang belum lama tinggal di dukuh itu. Mereka berangan-angan mengembangkan grojokan itu menjadi objek wisata andalan di Sambirejo. 
Agus berencana akan membuat jembatan yang menghubungkan antarbukit di pintu masuk grojokan. Ia juga ingin membuat arena rappelling atau menuruni tebing dengan tali untuk mencapai grojokan itu.
Agus menjelaskan, sebagai awalan, mereka sudah memasang papan petunjuk arah ke grojokan, pemandian air hangat, gua landak, arena outbound dan seterusnya. "Banyak orang yang belum tahu. Air terjun ini pernah diunggah ke Facebook oleh komunitas anak muda Sragen Walker. Kami berharap ada dukungan pemerintah untuk mengembangkan wisata alam ini,” imbuhnya.
- See more at: http://www.griyawisata.com/nasional/nasional/artikel/keksotisan-air-terjun-grojokan-teleng-yang-terlupakan#sthash.MB3muAOa.dpuf

Monday 21 March 2016


Barangkali anda baru mendengarnya? Semawar dan Sedinding. Ya, karena air terjun Semawar dan Sedinding memang belum banyak yang mengetahuinya. Semawar dan Sedinding merupakan salah satu air terjun yang masih alami di Karanganyar, terletak di Desa Trengguli Kecamatan Jenawi. Jenawi merupakan daerah pinggiran yang berbatasan dengan Jatim.
Air terjun Semawar dan Sedinding betul – betul masih alami. Kita akan disuguhi pemandangan seperti di surga. Untuk mencapai lokasi ini, kita harus berjalan kaki sekitar 2 km dari jalan besar. Motor dan truk hanya bisa mengantarkan kita sampai di parkiran. Dari lokasi parkiran ini, kita masih harus berjalan kaki sekitar 200 m untuk sampai di lokasi ini. Jalan naik turun akan mewarnai perjalanan kita. Tetapi, semua itu akan terbayar dengan suguhan pemandangan yang luar biasa. Surga tersembunyi di sudut Jenawi.
Di Jenawi memang banyak tempat wisata yang belum disentuh, kurang didukung sarana dan prasarana yang memadai. Padahal, kalau objek wisata di Jenawi diperhatikan, hal itu akan sangat menguntungkan. Pasalnya, potensi wisata di sini sangat banyak. Anda tertarik? Silahkan mencoba datang ke Air Terjun Semawar dan Sedinding.

Thursday 17 March 2016




Jalan - jalan ke suatu tempat objek wisata memanglah sangat menyenangkan apalagi ditemani oleh sahabat, kerabat ataupun orang - orang tercinta. Tempat wisata yang dapat dikunjungipun ada berbagai macam seperti pantai, taman hiburan dan yang lainnya. 
Nah, disini saya ingin bercerita sekaligus memperkenalkan tempat wisata yang memang indah dan sebenarnya sangat pantas untuk dikunjungi yaitu tempat wisata alam Goa Tlorong yang berlokasi di desa Lempong, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. 
Jika berwisata ke tempat semacam taman atau pantai terasa sudah biasa maka teman - teman semua bisa mencoba untuk mengunjungi tempat ini. Beberapa waktu lalu saya dan teman - teman pergi ke Goa Tlorong, karena merasa sangat penat dengan tugas kuliah jadi kami memutuskan untuk pergi ke tempat itu, karena selain dekat dengan rumah kami yaitu Sragen, Jawa Tengah, Goa Tlorong ini juga pas untuk kita yang ingin berwisata tetapi tetap hemat karena ketika kami berkunjung ke tempat itu kami tidak mengeluarkan uang sepeserpun kecuali uang transport. 
Tetapi jangan salah, meskipun wisata di Goa Tlorong ini terbilang sangat ekonomis tetapi keindahan yang di dapat sangatlah maksimal. Jalan akses menuju Goa Tlorong ini sedikit menantang, kita harus melewati hutan pohon karet yang luas dengan tikungan yang lumayan tajam. Kemudian kita melewati perkampungan, jalan di perkampungan itu sedikit licin karena berlumut kalau menutut saya lebih baik mengendarai motor ketika berkunjung kesana karena jalan yang dilewati cukup sempit. 
Setelah itu untuk menuju Goa Tlorong kita harus menitipkan kendaraan kita kepada warga setempat dan jika ingin di temani maka warga setempat yang sangat ramah itu bersedia untuk memandu. Sebelum menjacai Goa Tlorong kita harus menuruni bukit terlebih dahulu karena tempat Goa Tlorong ini sedikit tersembunyi. 
Di sana ada 3 Goa tetapi saya baru melihat 2 Goa yang satu bertempat dibawah dan Goa lainnya ada di atasnya tetapi tenang sudah dibangun tangga untuk ke Goa yang atas walaupun tangganya tidak penuh. Jangan lupa ketika ingin ke Goa Tlorong bawa masker dan juga senter karena di dalamnya terdapat kelelawar yang sangat banyak dan bawa senter sebagai penerangan untuk melihan keindahan di dalam Goa Tlorong. Menurut warga sekitar Goa itu dulunya merupakan tempat persembunyian tentara - tentara PKI, dan kata warga juga dulu Goa tersebut sempat akan dibangun persinggahan untuk presiden tetapi karena sesuatu hal maka pembangunan itu di batalkan. 
Goa ini sangat indah, dan belum terlalu banyak yang mengetahui dan mengunjunginya jadi suasana di sana masih sangat asri, cocok untuk kami yang senang dengan jelajah alam. memasuki Goa ini kita harus merunduk karena lubang menuju ruang Goa sangatlah pendek sekitar 50 cm dan terdapat aliran air yang sangat jernih dari dalam. 
Tetapi ketika telah sampai di dalam ruang Goa tampak sangat luas dan terdapat pintu - pintu Goa. Tetapi di Goa atas pintu masuknya sangat tinggi tetapi jalan untuk memasuki ruang Goa sedikit menurun dan licin. Sungguh itu adalah keindahan Indonesia yang tersembunyi, yang benar - benar masih alami. Jika anda berminat kunjungi saja Goa Tlorong ini, suasana alami akan menyambut anda dan memanjakan anda.

Candi Kethek masih berada di lereng Barat Gunung Lawu, dan saya kunjungi dengan meneruskan langkah kaki setelah menyimpang dari jalur jalan dan mampir selama beberapa saat ke Puri Taman Saraswati dengan patung Dewi Saraswati yang sangat elok dan sendang berair jernih segar.
Jalan setapak ke Candi Kethek boleh dikatakan cukup baik, hanya saja setelah melewat pinggiran jurang yang cukup dalam dan berbelok ke kiri, jalan setapak itu memburuk setelah bercabang dua. Satu jalur berada di sebelah kiri, dan jalur satu lagi berada di sebelah kanan menanjak tajam tanpa undakan memadai.
Saya memilih jalur yang di kanan karena tampaknya lebih dekat jaraknya meskipun kerepotan untuk menapakinya, dan harus hati-hati agar tak terpeleset. Jalur ini jelas akan menjadi licin dan sulit untuk dilewati jika hujan turun.
Selewat tanjakan tajam itu sampailah saya di sebuah dataran dimana di sebelah kanan terdapat teras-teras bertingkat, semuanya ada empat teras, yang masing-masing dihubungkan dengan undakan batu di bagian tengahnya.

Sekelompok orang tampak tengah berjalan di jalan setapak di tepian jurang yang beberapa saat sebelumnya telah saya lewati. Ketika mengambil foto ini saya membelakangi kelokan ke kiri yang berlanjut ke tanjakan terakhir itu.
Situs Candi Kethek lokasinya berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, yang berjarak sekitar 300 meter di sebelah Timur Laut Candi Cetho.
Nama candi kabarnya diberikan oleh masyarakat setempat karena di sekitar candi dulu sering dijumpai kawanan kera. Hanya saja selama saya berada di lokasi candi, tak satu ekor kera pun datang untuk menyapa…

Dataran cukup luas di pelataran pertama Candi Kethek yang memperlihatkan trap-trap pada teras-teras di atasnya, serta undakan-undakan batu di bagian tengah yang menghubungkan semua teras itu.
Di sisi sebelah kiri yang tak tampak pada foto terdapat tengara nama Candi Kethek, serta sebuah papan pamer yang dibuat Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, berisi informasi seputar Candi Kethek, foto-foto, serta kegiatan yang pernah dilakukan di situs ini.
Dari papan itu saya ketahui bahwa selain Candi Sukuh, Candi Cetho dan Candi Kethek, di lereng Barat Gunung Lawu ini juga terdapat candi lain, yaitu Candi Planggatan dan Candi Menggung. Dari denah terlihat bahwa Candi Kethek merupakan candi dengan lokasi tertinggi dibanding candi lainnya.
Situs Candi Kethek dibuat menghadap ke Barat. Pada anak tangga paling bawah terdapat arca kura-kura yang terkait dengan cerita mitos Samudramanthana, hanya saja saat itu saya tak memperhatikannya.
Melihat undakan yang jumlahnya tak sedikit, saya memilih mendaki ke puncak teras candi lewat jalan setapak yang berada di sisi sebelah kanan, lebih mudah, lebih cepat, dan lebih menghemat tenaga.

Sesampainya di dataran teras keempat ini ternyata tidak ada bangunan candi kecuali sebuah stana kecil dengan kemuncak mahkota, dibalut kain khas Bali yang terlihat sudah mulai kotor, serta sebuah anglo di depan stana yang digunakan untuk menancapkan hio.
Pada teras ini diperkirakan terdapat bangunan induk atau candi utama, namun batu-batuan bekas candi tak terlihat di sana, entah masih terbenam di dalam tanah atau terserak di tempat lain. Candi Kethek diperkirakan dibangun pada periode yang sama dengan pembangunan Candi Cetho dan candi-candi lainnya di lereng Gunung Lawu ini, yaitu sekitar abad XV – XVI Masehi.
Pada 2005 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah bekerjasama dengan UGM telah mengadakan penggalian arkeologi di Candi Kethek ini, diantaranya menemukan arca kura-kura di undakan dasar itu, serta di teras kedua dan ketiga menemukan masing-masing dua sruktur bangunan di sisi Utara dan Selatan.
Adanya arca kura-kura dari cerita Samudramanthana itu memberi petunjuk bahwa Candi Kethek merupakan tempat peruwatan untuk membebaskan seseorang dari kesalahan atau dosa. Kisah Samudramanthana adalah pengadukan lautan untuk mencari Tirta Amrta oleh para dewa dan raksasa dengan menggunakan Gunung Mandara (Mandaragiri) sebagai pengaduknya, ditopang oleh kura-kura jelmaan Dewa Wisnu.
Candi Kethek akan menjadi lebih menarik jika saja candi pada teras keempat kembali dibangun. Bila Gianyar telah bermurah hati menyumbang patung Dewi Saraswati yang sangat cantik dan anggun untuk Puri Taman Saraswati, maka tak ada salahnya jika Badung atau Klungkung menyumbang bangunan candi elok untuk Candi Kethek.
Di bagian barat lereng Gunung Lawu, tepatnya di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, sebuah bangunan bernama Candi Sukuh yang menyimpan misteri tersendiri. Sebagai salah satu dari beberapa candi yang terdapat di kaki Gunung Lawu, Candi Sukuh memiliki keunikan baik dalam hal bentuk bangunan dan relief serta patung-patung yang berada di sekitarnya.

Di pertengahan abad ke-15, Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran, dengan masuknya agama Islam yang menyebabkan makin berkurangnya penganut agama Hindu di Jawa. Tapi di saat itu para penguasa Majapahit mendirikan Candi Sukuh di kaki Gunung Lawu, yang dianggap sebagai tempat sakral untuk memuja para arwah leluhur dan sebagai perlambang kesuburan. Maka tidak heran apabila di Candi Sukuh ditemukan banyak relief lingga dan yoni, perlambang alat kelamin pria dan wanita.

Sir Thomas Raffles, penguasa Jawa pada masa itu, mengunjungi Candi Sukuh dan melihat kondisi candi itu dalam keadaan yang penuh kerusakan. Banyak patung yang dirusak, bahkan sebuah patung lingga berukuran besar pecah menjadi dua bagian. Raffles menyimpulkan bahwa perusakan ini dilakukan oleh para penganut agama Islam di abad 16, berdasarkan pola kerusakan yang sama di daerah-daerah yang menjadi titik penyebaran agama Islam.

Berbeda dengan kebanyakan candi agama Hindu lainnya, Candi Sukuh tidak menghadap ke arah terbitnya matahari, melainkan menghadap ke arah barat. Selain itu, bentuk bangunannya juga berbeda. Bisa dibilang bahwa bangunan Candi Sukuh sekilas mirip dengan bangunan suku Maya di Amerika Selatan yang lebih mirip dengan piramid terpotong yang dikelilingi oleh monolit dan patung-patung besar. Bentuk bangunan Candi Sukuh lebih menyerupai trapesium dengan tiga teras bertingkat dengan satu anak tangga di bagian tengah sisi depan candi tersebut. Bentuk ini diperkirakan dibuat karena semakin berkurangnya pengaruh agama Hindu, yang menyebabkan pembuat candi kembali menggunakan desain dengan pola animisme.

Saat memasuki Candi Sukuh, jelas terlihat relief yang menggambarkan hubungan badan dengan penggambaran lingga dan yoni. Tapi jangan berpikiran kotor dulu, TripTroops, bentuk-bentuk itu merupakan lambang untuk menghilangkan atau menyembuhkan segala kekotoran di dalam hati.

Dahulu, di puncak Candi Sukuh terdapat sebuah patung lingga berukuran sekitar 1,8 meter. Patung ini kemudian dipindahkan untuk ditampilkan di Museum Nasional di Jakarta.

Di sisi sayap utara gapura pintu masuk Candi Sukuh terdapat relief raksasa yang menggigit ekor ular. Relief ini merupakan lambang dari sengkalan memet (lambang tahun pembuatan) yaitu tahun 1359 Saka atau 1437 Masehi. Tahun itu dianggap sebagai tahun diselesaikannya pembuatan Candi Sukuh. Sementara itu, di sisi selatan terdapat relief raksasa memakan manusia, yang juga merupakan sangkalan memet dengan arti yang sama dengan gapura sisi utara.

Selain bangunan candi, di Candi Sukuh juga dapat ditemui berbagai relief, seperti relief Bima yang menempa keris bersama Ganesha dan Arjuna. Lalu ada pula relief Dewi Kala yang berubah jadi raksasa yang ingin memangsa Sadewa yang berada dalam keadaan terikat. Selain itu, ada beberapa patung berbentuk garuda yang berukuran cukup besar, serta beberapa patung dengan bentuk pria yang sedang menggenggam (maaf) alat kelaminnya.

Untuk mencapai Candi Sukuh, TripTroops bisa menggunakan jalur Solo, dengan menaiki bus jurusan Solo-Tawangmangu. Sebelum sampai di Terminal Tawangmangu, turunlah di Terminal Pandan dan menaiki bus atau angkot menuju Pertigaan Nglorog. Sesampai di sana, Candi Sukuh bisa dicapai dengan menaiki ojek - kendaraan satu-satunya yang menuju Candi Sukuh karena jalannya yang cukup terjal. Kalau TripTroops tidak biasa berjalan di jalur menanjak yang terjal, disarankan untuk menumpangi ojek. Dan dengan menambah sedikit biaya, ojek dapat diminta menunggu karena tidak ada kendaraan yang menunggu di Candi Sukuh. Untuk masuk ke Candi Sukuh juga tidak mahal. Ada sedikit biaya untuk membayar tiket yang harganya berbeda untuk pengunjung lokal dan pengunjung mancanegara.

Ada banyak cara untuk menikmati kesegaran di sekitar Gunung Lawu tanpa harus capek-capek trekking ke puncak. Salah satunya adalah dengan berkunjung ke Air Terjun Parang Ijo yang berada di kaki Gunung Lawu sebelah barat
Air Terjun Parang Ijo merupakan salah satu objek wisata alam berupa air terjun yang ada di sekitar Gunung Lawu. Nama air terjun ini relatif kurang terkenal jika dibandingkan dua wisata air terjun lain yakni Grojogan Sewu serta Jumog. Namun, suasana yang ada disana boleh diadu
Air Terjun Parang Ijo yang memiliki tinggi sekitar 50 meter ini berada di Desa Girimulyo, kecamatan Ngargoyoso. Lokasinya tidak terlalu jauh dari beberapa tempat wisata lain yang juga berada di kecamatan Ngargoyoso seperti Candi Sukuh, Candi Cetho, Air Terjun Jumog serta Perkebunan Teh Kemuning. Parang Ijo berada pada ketinggian sekitar 1.000 mdpl
Selain objek wisata utama berupa air terjun, di sekitar tempat wisata ini telah tersedia berbagai fasilitas untuk memanjakan para wisatawan. Fasilitas-fasilitas seperi kolam renang, flying fox, gardu pandang, hingga taman bermain telah tersedia di sekitar Air Terjun Parang Ijo sehingga para wisatawan bisa berlama-lama tanpa berpikir untuk melipir ke tempat lain

Jika kamu berangkat dari kota Solo, butuh waktu sekitar satu jam untuk bisa sampai ke lokasi Air Terjun Parang Ijo. Setelah melewati terminal Karangpandan, kamu akan menemui sebuah pertigaan. Ke kiri menuju Ngargoyoso sedangkan lurus menuju ke Tawangmangu
Masuk ke kiri dari pertigaan ini kamu akan mendapati beberapa petunjuk arah ke beberapa tempat wisata di kecamatan Ngargoyoso. Salah satunya adalah Air Terjun Parang Ijo
Berhati-hatilah saat mengendarai mobil/motor menuju lokasi air terjun karna jalannya yang menanjak dan membutuhkan konsentrasi tinggi. Setelah sampai di lokasi, suasana segar akan langsung terasa
Ada banyak cara untuk menikmati kesegaran dan keindahan di sekitar Air Terjun Parang Ijo. Selain di dekat air terjun, kamu juga bisa menikmati keindahan alam di sana melalui gardu pandang. Namun, kamu harus mengeluarkan energi lebih untuk menikmati keindahan dari gardu pandang karna lokasinya yang berada di atas bukit dan mengharuskan kamu untuk menaiki beberapa anak tangga yang cukup melelahkan. Tapi dijamin, kamu tidak akan kecewa dengan apa yang akan kamu dapatkan

Suasana segar dan sejuk merupakan hal yang akan Anda rasakan saat berada di dekat air terjun. Bagaimana bila air terjun yang ada tidak hanya satu? Tentu akan menambah kesegarannya. Itulah yang akan Anda rasakan saat berada di air terjun Grojogan Sewu, Karanganyar, Jawa Tengah. Tempat wisata yang merupakan hutan wisata dengan air terjun dan beberapa fasilitas lain yang disediakan pengelola dapat Anda jadikan salah satu tujuan wisata Anda.
Untuk masuk kawasan wisata ini, Anda harus membayar tiket masuk sebesar Rp 6.000,-. Loket pintu masuk ada 2 buah. Yang pertama yang terletak di atas, saat menyusuri jalan menuju loket pertama, Anda dapat melihat-lihat tanaman hias yang dijual di sisi jalan. Anda juga dapat naik kuda untuk menuju loket bila Anda malas berjalan kaki. Anda juga akan sedikit terkejut saat ada monyet-monyet yang ada di sisi jalan. Sedangkan pintu kedua terletak di lereng bawah.

Bila Anda masuk melalui pintu pertama yang ada di atas, Anda harus menuruni tangga yang tersusun rapi dan beralas batu untuk menuju air terjun. Tangga yang jumlahnya ratusan ini, mungkin dapat membuat kaki Anda terasa pegal. Untuk mengatasi masalah ini, pengelola menyediakan gazebo di beberapa titik, sehingga Anda dapat beristirahat sejenak. Di dalam kawasan ini, terdapat monyet berekor panjang yang hidup bebas, jadi jangan heran bila Anda akan menemuinya dalam perjalanan. Jumlahnya lumayan banyak, tetapi Anda tidak perlu takut karena monyet di sini umumnya tidak akan mengganggu.
Grojogan Sewu sendiri berarti air terjun seribu. Memang, air terjun di sini tidak berjumlah seribu, tetapi ada beberapa titik air terjun yang dapat Anda nikmati di sini. Air terjun tertinggi yang ada tingginya sekitar 80 meter. Ada pula air terjun yang tidak terlalu tinggi tetapi pancurannya meluas dan membentuk cabang-cabang. Bila sedang musim hujan, sekeliling tebing akan dihujani air terjun, tetapi saat musim panas, banyak air terjun yang kering. Pegunjung yang ingin mendekat air terjun, harus berhati-hati karena harus melewati batu-batu besar yang licin.

Setelah puas menikmati aitr terjun, Anda dapat berkeliling untuk menikmati sejuknya hutan wisata ini. Dengan luas 20 Ha, kawasan ini menyediakan fasilitas kolam renang untuk anak dan orang dewasa. Ada juga warung yang menjual makanan dengan harga yang terjangkau. Sisi lainnya adalah hutan pinus dan pohon-pohon lain yang umurnya sampai ratusan tahun. Jalan setapak yang rapi dan berbatu dapat membuat Anda semakin menikmati pemandangan indah yang disajikan.

Monday 14 March 2016



SRAGEN memiliki dua objek wisata alam dan sumber air panas alami yang jarang dimiliki kabupaten lain di Jawa Tengah. Objek wisata alam itu berada di Bayanan, Desa Jambean, serta Ngunut, Desa Jetis, Kecamatan Sambirejo. Letak kedua objek wisata tersebut hanya terpisah sekitar 1,5 km. Kedua objek berada sekitar 20 km arah tenggara Sragen Kota.
''Kalau Bayanan sudah dikelola secara profesional, sebaliknya Ngunut seperti ditelantarkan,'' tutur Yatno, anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) Ngunut, Desa Jetis, kemarin.
Bayanan dan Ngunut cukup dikenal, karena memiliki sumber air hangat mengandung belerang berkasiat menyembuhkan penyakit kulit. Pengunjung yang sakit kulit cukup berendam di kamar mandi yang disediakan pengelola objek. Adapun ongkos relatif murah Rp 2.500.
Di sekitar pemandian terdapat kawasan wisata hutan karet dan hutan rakyat berhawa sejuk. Di kawasan ''Alaska'' atau alas karet yang rimbun itu kerap dikunjungi muda-mudi untuk berpacaran.
Tidak jarang, lokasi di lereng sisi barat laut Gunung Lawu itu dipilih orang kota untuk kegiatan hash, jalan sehat serta sepeda santai.
Yatno menyebutkan, tahun lalu ada seorang pendatang asal Cawas, Klaten mengidap sakit kulit kronis. Dia beberapa kali mandi di Ngunut.
''Setelah sembuh, dia syukuran menyembelih kambing untuk dibagikan warga sekitar pemandian Ngunut,'' tutur Yatno.
Dibantu Pengusaha
Di Bayanan juga menyediakan beberapa kamar mandi khusus dilengkapi bathtub bagi orang yang berendam. Khasiat air belerang Bayanan untuk menyebuhkan penyakit kulit, sama seperti di Ngunut. Tak mengherankan jika banyak pengunjung penderita penyakit kulit asal Madiun, Solo, dan sekitarnya bertandang ke Bayanan atau Ngunut.
Meski memiliki debit air cukup besar, Ngunut tidak dikembangkan seperti objek wisata Bayanan.
Penangung jawab Objek Bayanan, Bambang Karpet mengakui, debit air Ngunut lebih besar dan pemandangan alam sekitar dan tidak kalah bagus dari Bayanan. ''Tapi sayangnya belum ada investor bersedia mengembangkan Ngunut,'' tutur Bambang.
Ternyata ada mitos yang menyelimuti bekas petilasan Prabu Brawijaya asal Majapahit itu. Ngunut sebagai objek wisata kini merana karena mitos.
Ceritanya berawal pada 1973 silam. Semula Bupati Sragen Srinardi berniat merenovasi Ngunut dan menyingkirkan sejumlah patung Hindu yang ada di Ngunut.
Tak lama berselang, Bupati Srinardi jatuh sakit hingga akhirnya meninggal. Akibatnya renovasi Ngunut batal. Masyarakat telanjur menghubungkan penyebab sakitnya Srinardi karena berupaya merenovasi Ngunut.
Mitos itu diyakini masyarakat. Siapa saja pejabat yang berniat mengutak-utik Ngunut akan celaka.
Sejak itulah, pengganti Bupati Srinardi berturut-turut mulai PJs Bupati Sragen Drs Hartono, Sayid Abbas, Suryanto PA, HR Bawono, dan H Untung Wiyono tidak mau bersinggungan dengan Ngunut. Karena itu sumber air panas dari perut bumi yang mengandung belerang, dibiarkan hilang percuma. Akibatnya, Ngunut merana karena mitos. Investor pun tidak ada yang berani menanamkan modal untuk menggarap Ngunut.

 Wisata Pemandian Air Panas Bayanan di Sragen, Tempat Wisata Terindah - Pemandian air panas biasanya terletak di dekat gunung api. Kabupaten Sragen yang memiliki wilayah yang cukup jauh dari gunung api ternyata memiliki sumber air panas yang kemudian dijadikan sebagai pemandian. Pemandian air panas ini adalah Pemandian Air Panas Bayanan. Wisata Pemandian Air Panas Bayanan di Sragen sudah angat dikenal oleh msyarakat sekitar Sragen. Air yag keluar dari Pemandian air panas ini dipercaya dpat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti rematik, gatal-gatal, dan penyakit lainnya. Selain untuk menyembuhkan penyakit menurut pengakuan pengunjung, mandi di pemandian air panas Bayanan dapat menurunkan kolesterol, memulihkan kebugaran tubuh, meningkatkan vitalitas, menghilangkan capek an menyebabkan awet muda. Oleh warga sekitar zaman dahulu pemandian ini dikenal dengan nama 'Hyang Tirto Nirmolo'. Sekarang dinamakan Pemandian Bayanan karena lokasinya di Desa Bayanan.
Gambar Lokasi Pemandian Air Panas Bayanan Sragen
Gambar Lokasi Pemandian Air Panas Bayanan Sragen

Lokasi Pemandian Air Panas Bayanan Sragen

Tempat wisata Pemandian Air Panas Bayanan Sragen berlokasi di Bayanan Desa Jambean KEcamatan Sambirejo Sragen. Lokasi pemandian ini sekitar 17 km ke arah tenggara dari Kota Sragen. Akses untuk menuju Pemandian Bayanan sangat mudah. Untuk menuju kesana anda dapat menggunakan Angkudes dengan jalur Sragen – Ngarum – Blimbing – Bayanan.

Fasilitas Pemandian Air Panas Bayanan

Tempat wisata Pemandian air panas Bayanan sragen sudah dilengkapi berbagai macam fasilitas untuk pengunjung, diantaranya adalah Kamar Mandi Air Panas, Tempat Parkir Kendaraan, Taman Rekreasi dan bermain untuk anak, Hutan Wisata, Warung makan, Ruang Informasi dan juga Mushola.

Sejarah Pemandian Air Panas Bayanan

Pemandian Air Panas Bayanan atau Hyang Tirto Nirmolo dahulu merupakan sebuah tepat tetirah orang kaya Belanda pada masa penjajahan dahulu. Pemandian ini dibangun pada tahun 1808 oleh Tan Praul yang merupakan salah satu saudagar Belanda terkenal waktu itu. Pada tahun 1978 oleh Pemerintah Indonesia pemandian ini direnovasi untuk dijadikan sebagai tempat wisata.

Objek Wisata Ziarah Makam Pangeran Samudro yang lebih dikenal dengan sebutan GUNUNG KEMUKUS selalu menarik untuk diulas. Hal yang menjadikan objek wisata ini menarik adalah pandangan pro dan kontra tentang Makam Pangeran Samudro itu sendiri dan kisah yang beredar di tengah masyarakat. Ada 2 (dua) paradigma yang berkembang di tengah-tengah masyarakat tentang Makam Pangeran Samudro atau Gunung Kemukus. Pertama, adanya keyakinan di sebagian masyarakat bahwa apabila ingin ngalap berkah atau permohonannya terkabul, maka orang yang datang ke Makam Pangeran Samudro harus melakukan ritual berhubungan intim dengan lawan jenis yang bukan suami atau istrinya selama 7 (tujuh) kali dalam satu lapan (1 lapan = 35 hari).
       Paradigma negatif ini perlu diluruskan agar para peziarah tidak terjebak dalam paradigma dan kepercayaan yang keliru. Setiap peziarah atau pengunjung yang menginginkan permohonan atau keinginannya terkabul haruslah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan berdoa dan berusaha di jalan yang benar. Singkatnya, paradigma negatif yang berkembang di tengah masyarakat tersebut tidak benar adanya. Kedua, berziarah ke Makam Pangeran Samudro atau Gunung Kemukus adalah suatu kegiatan ritual yang mengandung nilai keutamaan dengan mengingat jasa dan keluhuran jiwa dari figur yang diziarahi.

       Dengan berziarah di tempat tersebut, manusia diharapkan untuk selalu ingat akan kematian sehingga dalam kehidupan sehari-hari mereka akan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu berbuat kebaikan sesuai dengan keluhuran jiwa dan teladan dari figur yang diziarahi. Secara administratif, Obyek Wisata Gunung Kemukus terletak di Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Secara geografis, Objek Wisata Gunung Kemukus terletak sekitar 29 km di sebelah utara kota Solo. Dari Sragen sekitar 34 km ke arah utara. Jarak tersebut bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Dari kota Sragen dapat ditempuh selama 45 menit dengan kendaraan bermotor melewati jalan Sragen - Pungkruk/Sidoharjo - Tanon - Sumberlawang/Gemolong - Gunung Kemukus.Dari kota Solo dapat menggunakan kendaraan bermotor selama 30 menit, melewati jalan Solo Purwodadi turun di Barong kemudian menuju Gunung Kemukus dengan perahu menyeberangi Waduk Kedung Ombo.

       Kawasan Gunung Kemukus merupakan sebuah bukit dengan ketinggian sekitar 300 meter di atas permukaan laut. Dengan dibangunnya Waduk Kedung Ombo menjadikan Makam Pangeran Samudro berada di atas bukit yang menjorok ke tengah Waduk Kedung Ombo. Oleh karena itu, Obyek Wisata Gunung Kemukus juga merupakan salah satu objek wisata tirta di Kabupaten Sragen. Komplek Makam Pangeran Samudro adalah Obyek Wisata Budaya di Kabupaten Sragen.
       Kawasan tersebut terdiri dari : .1. Bangunan utama berbentuk rumah joglo dengan dinding batu bata dan bagian atas berdinding kayu papan. Didalamnya terdapat tiga makam. Satu buah makam besar yang ditutupi kain selambu adalah makam Pangeran Samudro dan R.Ay. Ontrowulan. Sedangkan dua makam lainnya adalah makam dua abdi setia Pangeran Samudro yang selalu mengikuti beliau kemanapun pergi. 2. Di sebelah kanan makam terdapat sendang (sumber air) yang bernama Sendang Ontrowulan Sendang tersebut merupakan tempat bersuci R.Ay. Ontrowulan ketika akan menemui putranya yang sudah meninggal. Air sendang tersebut dikenal tidak pernah habis, bahkan di musim kemarau sekalipun.

Megahnya Tempat Wisata Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah, Tempat Wisata Terindah - Waduk Kedung Ombo merupakan sebuah bedungan raksasa yang terdapat di Jawa Tengah. Waduk ini memiliki luas 6.576 hektar dan menempati 3 wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Grobogan, Kabupaten Sragen dan Kabupaten Boyolali. Keberadaan Waduk Kedung Omb ini sangat ermanfaat terutama sebagai sarana irigasi bagi persawahan yang berada di Kabupaten Grobogan dan sekitarnya. Selain sebagai sarana irigasi, Waduk Kedung Ombo juga dikembangkan sebagai tempat wisata yang sangat potensial. Salah satu spot di Tempat Wisata Waduk Kedung Ombo yang banyak didatangi wisatawan adalah yang ada di Desa Kedung Ombo, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobogan.

Megahnya Tempat Wisata Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah

Fungsi Waduk Kedung Ombo

Seperti telah disampaiakn diatas bahwa fungsi utama Waduk Kedung Ombo adalah sebagai sarana irigasi. Ada lebih dari 60.000 hektar sawah yang dapat diairi dengan air dari Kedung Ombo ini. Sawah yang diairi Waduk Kedung Ombo ini berada di wilayah Kabupaten Grobogan, Sragen, Boyolali, Demak, Kudus dan Pati. Selain sebagai penyedia irigasi bagi lahan oertanian, Waduk Kedung Ombo juga dimanfaatkan untuk penyedia air baku,  pembangkit tenaga listrik berkekuatan 22,5 megawat, Meredam banjir,  Sebagai objek pariwisata, Perikanan, dengan adanya keramba-keramba dan pemancingan.

Keindahan Waduk Kedung Ombo

Memang tak heran apabila Waduk Kedung Ombo banyak dikunjungi oleh wisatawan, karena Waduk Kedung Ombo menawarkan keindahan alam yang menakjubkan. Anda dapat melihat secara langsung bendungan raksasa yang menjadi kebanggaan warga Jawa Tengah ini. Di sekitar waduk dapat anda lihat bagaimana bendungan ini dibuat. Di sekitra bendungan sendiri juga terlihat rapih. Di sekitar Waduk Kedung Ombo banyak ditumbuhi hutan yang rimbun yang dikelola oleh Perhutani.

Fasilitas di Obyek Wisata Kedung Ombo

Sebagai obyek wisata, Waduk Kedung Ombo sudah dikembangkan sedemikian rupa sehingga mebuat nyaman para pengunjung. Ada beberapa pemancingan yang siap melayani pengunjung dengan menyajikan berbagai masakan ikan air tawar. Jika ingin melihat lebih jauh ke dalam waduk anda juga dapat menyewa perahu motor yang dapat mengantarkan ana mengelilingi area Waduk Kedung Ombo. Di sepanjang Waduk Kedung Ombo juga banyak dutemui pehobi memancing yang mencoba meruntungannya memancing ikan air tawar, khususnya pada musim liburan.

Kasus Waduk Kedung Ombo

Tempat Wisata Waduk Kedung Ombo memang memiliki pemandangan yang indah serta memiliki manfaat yang sangat besar bagi masyarakat sekitar. Namun dibalik itu semua, Waduk Kedung Ombo menyimpan kisah yang teramat pilu. Kisah itu berhubungan dengan penolakan dari warga masyarakat yang tanahnya akan digunakan sebagai lokasi pembuatan waduk kedung ombo ini. Warga menolak karena enggan meninggalkan tanah kelahirannya dan juga karena ganti rugi tanah yang sangat kecil. Warga yang tidak mau pindah banyak mengalami acaman, teror dan penganiayaan dari aparat. Kisah selengkapnya dapat dibaca pada sumber lengkap dari Wikipedia.

Demikian tadi sedikit gambaran tentang Megahnya Tempat Wisata Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah. Terus ikuti blog tempatwisatadaerah.blogspot.com untuk mendapatkan update informasi wisata lainnya.

Sangiran, tak asing lagi kita dengar di telinga kita. Sebuah situs purbakala yang berada di daerah Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Sragen.

Kali ini saya akan berbagi pengalaman tentang jalan-jalan wisata saya ke Situs Purbakala Sangiran tersebut yang saya tempuh melalui perjalanan dari Kota Sragen.
Pembangunan infrastruktur sebagai pendukung obyek wisata Situs Sangiran dari arah Kota Sragen memang sedikit mengecewakan, terutama jalan sepanjang perjalanan ke obyek wisata tersebut kurang mendapatkan perhatian.

Hal ini mungkin wajar karena tentunya banyak wisatawan domestik maupun internasional yang berkunjung ke situs Sangiran melalui jalur dari Kota Surakarta.
Akses dari Kota Surakarta atau Solo ditempuh dengan jarak sekitar 17 KM melalui jalur menuju Kecamatan Kalijambe, sementara jika ditempuh dari Semarang bisa lebih cepat melalui Karanggede, Gemolong, Kalijambe lalu Sangiran selain alternative lain melalui Purwodadi, Gemolong , Kalijambe dan Sangiran dengan jarak kurang lebih 100 KM.

Namun tetap menjadi satu hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah Kabupaten Sragen dalam penyediaan akses wisata yang mereka miliki di wilayahnya.

Museum Sangiran adalah situs cagar budaya sebagi tempat terhimpunnya berbagai macam penemuan barang-barang arkelogi dari jaman purbakala yang sudah di akui oleh dunia dari beberapa situs penemuan di sekitar Sangiran.
Museum Sangiran mencakup dua wilayah Kabupaten penemuan yaitu Kabupaten Sragen yaitu Kecamatan Plupuh, Kalijambe dan Gemolong dan satu kecamatan Gondangrejo yang masuk wilayah administrative Kabupaten Karanganyar.

Tiket masuk ke Museum Sangiran relative murah, per –tanggal 4 April 2015 setiap pengunjung dikenai tarif masuk sebesar Rp 5.000,00 (belum termasuk biaya parkir sebesar Rp 2.000,00 per-motor). Dan untuk wisatawan mancanegara dikenakan tariff masuk sebesar Rp 11.500,00 untuk setiap pengunjung. Sesuai dengan PERDA No.2 Tahun 2011 Kabupaten Sragen.

Apa saja yang bias dinikmati di Museum Purbakala Sangiran?

Tentunya hal ini menjadi pertimbangan bagi wisatawan yang berkunjung. Sangiran menyajikan keaslian alam hal ini bisa dilihat dari keadaan sekitar museum, pemandangan hutan-hutan yang ada disekitar area wisata dan keaslian kehidupan masyarakat di sekitarnya juga. Yang semua bisa dinikmati dari menara pandang yang di sediakan oleh museum dan dari sepanjang lorong-lorong jalan menuju ke museum.

Jika kurang jelas menikmati pemandangan alam sekitar bisa menggunakan fasilitas lain dengan menyewa teleskop yang tersedia.
Di dalam museum bisa kita nikmati sarana audio visual yang memberikan berbagai penjelasan tentang berbagai proses, misalnya proses ditemukannya situs purbakala Sangiran, proses evolusi manusia, proses alam raya dan gugusan gunung-gunung berapi yang tentunya semua berhubungan dengan proses dari adanya kejayaan manusi purba.

Tersedia juga fasilitas dasar tempat wisata seperti tempat bermain anak-anak, tempat nongkrong bagi remaja, taman-taman bunga yang diatur sangat cantik termasuk ketersediaan sarana-sarana umum seperti toilet dan lain-lain yang tetap terjaga.
Bagi anda yang perlu menginap, di sediakan pula tempat menginap yang tentunyua tidak gratis. Fasilitas penginapan terutama disediakan untuk para peneliti di situs tersebut yang datang dari berbagai Negara di dunia yang sedang melakukan penelitian maupun mempelajarinya.

Selain penginapan juga tersedia pendopo, tempat representasi, tempat santai keluarga dan tentu tidak kalah penting adalah tempat penjualan souvenir dan cenderamata khas dari Sangiran. Spesial memang anda bisa mendapatkan replica dari Pithecanthropus erectus disini sebagai pajangan di rumah anda.

Selayang pandang tentang Museum Sangiran (materi dari tulisan dan data yang tertera di Museum Sangiran)

  Situs purbakala Sangiran terletak di tepi Sungai Kali Cemoro yang bermuara di Bengawan Solo. Pada waktu ditemukan oleh G.H.R (Gustav Heinrich Ralph) von Koenigswald, Sangiran adalah daerah perbukitan yang tandus.


Pada tahun 1934, G.H.R. von Koenigswald menemukan sejumlah alat serpih dari bebatuan jaspis dan kalsedon di Sangiran yang berjumlah ribuan hingga dia menyebutnya sebagai “Sangiran Flakes Industry”.
Kemudian menyusul penemuan penting lainnya yitu berupa rahang bawah atau di sebut mandibula dari fosil Meganthropus Paleojavanicus dan fosil Pithecanthropus Erectus atau “manusia jawa”.

Penemuan-penemuan tersebut menarik minat para peneliti lain guna menyusuri jejak-jejak kehidupanh purbakala di bukit Sangiran.

Peneliti dari Indonesia, yaitu T. Jacob dan S. Sartono memulai ekskavasi pada tahu 1960-an kemudian diikuti oleh Pusat Penelitian Arkelologi Nasional (Puslit Arkenas) dan Balai Arkelogi Yogyakarta.

Telah diungkap dari situs Sangiran sekitar 65% fosil manusia di Indonesia dan angka tersebut adalah sekitar 50% dari populasi takson homo erectus di seluruh dunia. Ini menjadikan Sangiran sebagai situs terlengkap di dunia.

Proses terjadinya kubah Sangiran

Lapisan tanah di Sangiran adalah lapisan tanah yang “terbuka” secara alami yang sangat memungkinkan para peneliti untuk melakukan penelitian secara mendalam.

Kubah Sangiran dilalui Sungai Cemoro yang secara prose salami mengalami erosi, yang membuat lapisan tanah di sekitarnya yang berusia 2 juta tahun hingga 200ribu tahun yang lalu menjadi terbuka dan dapat dilihat. Lapisan tanah dari masa pliosen akhir hingga akhir pleistosen tengah.

Dalam lapisan tanah “tua”tersebut dapat ditemukan berbagai macam informasi mengenai kehidupan masa lalu yang terekam dalam lapisan tanah, bvebatuan, tumbuhan fosil makhluk hidup dan peralatan-peralatan yang pernah digunakan pada masa itu.

Sangiran juga menyimpan ribuan fosil kehidupan dasar laut, yang menjadi bukti bahwa masa itu Sangiran merupakan hamparan dasar laut yang mengalami proses alam berjuta-juta tahun hingga menjadi sebvuah daratan seperti sekarang ini.

Sangiran dinyatakan sebagai warisan dunia

Pada ulang tahun UNESCO ke – 20 di kota Merida, Meksiko. Sangiran ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia (word heritage) pada tahun 1996. Dengan penetapan dari pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 070/0/1877 tanggal 5 Maret 1977.

Yang unik dari Museum Sangiran

Yang saya rasa unik dari Museum Sangiran adalah pengaturan alur pengunjung untuk memasuki setiap display pameran yang memiliki start dan ending dan memulai tahap selanjutnya.

Artinya pengunjung memiliki option / pilihan untuk melalui semua proses dan melewati proses. Dan akan mendapatkan informasi yang berurut dalam setiap prosesnya. Hal ini sangat penting untuk mempelajari pemahaman proses yang terjadi.

Di atas tanah seluas kurang lebih 16.675 meter persegi kita di arahkan untuk mengikuti alur cerita atau proses tersebut.

Memasuki ruang utama kita bisa mendapatkan proses yang terjadi pada saat eksvakasi yang dilakukan oleh von Koenigswald yang berhasil menemukan fosil Pithecanthropus Erectus atau di sebut kera berjalan tegak.
Bukan hanya Pithecantropus Erectus dapat kita lihat di sana , namun juga fosil lain seperti Pithecanthropus Mojokertensis ( Pithecanthropus Robustus), Meganthropus Palaeojavnicus, Homo Soloensis, Homo Neanderthal Eropa, Homo Neandethal Asia, Homo Sapiensis.

Semua dalam bentuk replica, karena fosil yang asli disimpan di Museum Geologi Bandung dan Laboratorium Paleoantropologi UGM, Yogyakarta.

Tidak hanya itu , kita akan bisa melihat fosil-fosil binatang purba , antara lain Gajah purba Elephas namadicus, Stegodon trigonocephacus, Mastodon sp, Bubalus palaeokarabau (kerbau) Felis Palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Boviade (sapi) Cervus sp (rusa), Hippopotamus sp ( kuda nil).

Crocodillus sp ( buaya), Pelecypoda, Gastropoda, Chelonia sp (kura-kura).

Untuk lebih jelas dalam memahami proses yang terjadi bisa mengikuti visua;l yang disediakan pada layar-layar monitor disetiap ruang display.
Itu tadi jalan-jalan saya di Museum Purbakala Sangiran, Sragen semog bisa menjadi informasi yang berguna bagi anda dan selalu ingin mengunjungi Museum kebanggaan bangsa tersebut.
Terakhir mungkin penting anda mengutip tulisan Anis Baswedan yang di tinggalkan di Museum tersebut, terutama setelah anda berkeliling mengunjungi museyum tersebut.

Setelah puluhan tahun lewat, beberapa bulan lalu saya berkesempatan napak tilas ke Jatinom, sebuah kota kecamatan (dulu kawedanan) di wilayah Klaten, Jawa Tengah, tempat Makam Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten berada. Kami sekeluarga pernah tinggal di kota kecil ini, sejak sebelum saya duduk di bangku TK sampai tahun 1967, saat masih di kelas 2 sekolah dasar.
Tempat pertama yang saya tuju adalah kantor Kawedanan Jatinom yang sekaligus sebagai rumah dimana dulu kami tinggal. Jatinom saat itu masih berstatus kawedanan, satu tingkat di atas kecamatan, di bawah kepatihan. Jatinom sudah jauh berubah. Oro-oro Jatinom, atau alun-alun, tempat pasar malam dahulu biasa diselenggarakan setiap tahunnya, terlihat mengecil.
Beberapa kali bertanya ke penduduk berusia lanjut membawa kami ke Kantor Kawedanan Jatinom “lama” namun “baru”. Hanya instink yang membuat saya akhirnya bisa menemukannya. Rumah itu masih seperti yang terpateri dalam ingatan, hanya terlihat tua, dan kosong. Pohon Jambu Dersono di halaman yang dulu buah putih kehijauannya sangat manis sudah tidak ada lagi.
Namun lorong di depan rumah yang tiap hari saya lewati saat berangkat ke sekolah sama sekali tidak berubah. Tetangga sebelah kanan, seorang mantri yang baik hati, telah lama pindah. Namun tetangga depan rumah, seorang ibu, masih yang dulu. Ada perasaan senang ketika bertemu dan berbincang dengannya, sedikit mengenang masa lalu, meski ingatan itu sangat samar.
Matahari sudah turun mendekati cakrawala ketika kami akhirnya meninggalkan rumah si ibu menuju ke Makam Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten, yang arahnya lurus saja arah ke kanan, sampai mentok di ujung jalan. Jalan ini dulu sering saya lalui untuk membeli karak, sejenis krupuk dari beras, yang ditusuk bersusun vertikal dengan potongan bambu sebesar lidi.

Sesampainya di lokasi, kami masuk ke ruangan cukup besar dimana pintu masuk ke kompleks Makam Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten berada. Pintunya dikunci, namun tidak lama kemudian datang seorang pria yang membantu memanggilkan kuncen. Pada dinding pendopo ruang tunggu makam terdapat denah tempat menarik di Jatinom, sebagian berada di tepi Kali mBelan.
Dulu cukup sering kami bermain di Kali Belan dengan Pohon Beringin tua di dekat undakan batu, dan memasuki gua mBelan. Bau ikan masih tersimpan di ingatan. Di seberang kali ada tebing yang di tengahnya ada sungai kecil jernih, tempat saya biasa pergi menemani mas Endro, supir kawedanan, untuk mandi dan mencuci baju. Kadang ia membawa gitarnya.
Lamunan masa kecil hilang lenyap ketika juru kunci Makam Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten datang mendekat. Namanya Pak Jedeng (0856 284 7873, 0813 9387 9006), yang setelah bersalaman dan berbincang sebentar ia lalu membukakan pintu makam, dan mengantar kami memasuki area makam yang ternyata cukup luas, dengan melepas alas kaki sebelum melewati pintu.

Pandangan pada gapura lengkung tiga dengan lambang kerajaan di puncaknya, serta tulisan-tulisan yang menggunakan huruf Jawa yang saya tak lagi bisa membacanya. Harus belajar lagi. Sebuah makam dengan nisan unik dengan torehan angka 1821 di permukaannya kami lewati saat berjalan menuju ke cungkup utama dimana Makam Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten berada.
Lambang kerajaan itu ada di sana karena Ki Ageng konon adalah keturunan Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit. Ini berbeda dengan apa yang sampai sejauh itu tersimpan di dalam ingatan. Sebelumnya saya kira bahwa nama Ki Ageng Gribig merupakan nama sebutan dari Syekh Maulana Maghribi, seorang wali kondang asal Maroko di barat laut Afrika.
Sebuah versi menyebut bahwa Ki Ageng adalah Syekh Wasibagno yang ketika muda bernama Raden Joko Dolog, anak Brawijaya. Ibundanya adalah Raden Ayu Ledah, puteri Sunan Giri. Versi lain menyebut Ki Ageng Gribig Jatinom adalah Syekh Wasibagno Timur (muda), putera Ki Ageng Gribig Ngibig yang anak Brawijaya. Ki Ageng Gribig Ngibig nama mudanya Raden Joko Dolok, dikenal pula sebagai Syekh Blacak Ngilo, Syekh Fakir Miskin dan Syekh Ageng Ngibig.

Cungkup utama Makam Ki Ageng Gribig yang terlihat bersih dan terawat. Beberapa makam tua berada di luar cungkup, tak terlihat pada foto. Menggantung di atas pintu ada beberapa baris tulisan. Tulisan yang di kanan berbunyi: Hambabar ubaling karso, hadedasar poncasila, hangudi luhuring bongso, hangayati kanti waspodo, handayani sentoso karto-raharjo
Konon beliau pernah berhasil membantu Sultan Agung untuk mencegah pembangkangan dan pemberontakan Kerajaan Palembang, tanpa perlu berperang menumpahkan darah pajurit dan rakyat. Ki Ageng juga berhasil menaklukkan Pangeran Mandurareja yang ketika itu berniat memberontak melawan kekuasaan Sultan Agung, kakaknya sendiri.
Atas jasanya itu beliau diperkenankan mendirikan pedesaan di tempat ia bertapa saat bertemu Sultan Agung, yaitu di bawah sepasang pohon jati tua dan muda di Hutan Merbabu, di kaki Gunung Merapi. Desa itu kemudian dinamai Jati Anom, atau Jatinom. Pohon itu ditebang oleh Ki Ageng Gribig untuk membuat masjid (Masjid Kecil), kentongan dan rumahnya.

Terdapat dua buah makam di dalam cungkup makam ini. Di sebelah kiri adalah Makam Nyi Ageng Gribig, dan di sebelah kanan adalah Makam Ki Ageng Gribig. Biasanya saya meminta kuncen untuk membuka penutup nisan, ingin melihatnya. Namun entah mengapa waktu itu saya tidak berminat untuk melakukannya. Setiap tempat punya cara sendiri dalam merawat makam.
Yang tidak pernah lepas dari ingatan adalah sebar apem sehabis Jumatan pada pertengahan Sapar, ritual Yaqawiyu. Konon sekembali dari Mekah, Ki Ageng tiba di Jatinom pada pertengahan Sapar, membawa roti gimbal dan segenggam tanah dari Arafah. Anak cucu dan tetangganya pun berkumpul, kebetulan malam Jumat, untuk mendapat wejang dan berkah.
Namun lantaran jumlahnya tak cukup jika dibagi satu per satu, roti gimbal yang telah dibuat jadi apem oleh Nyai Ageng Gribig itu lalu disebarkan, diperebutkan, sehabis salat Jumat keesokan harinya. Peristiwa itulah yang kemudian menjadi tradisi Yaqawiyu, diartikan Tuhan Mohon Kekuatan. Sedangkan tanah Arafah ditanam di ‘pengimaman’ Oro-oro Jatinom.
Sungguh menyegarkan jiwa menapak tilas ke tempat yang menjadi bagian ingatan masa kecil, meskipun sesaat. Lebih-lebih kami menemukan rumah salah seorang supir kawedanan yang sudah sangat sepuh. Meski rumahnya kosong karena ia di Jogja menghadiri wisuda anaknya, namun kakak sempat berbicara lewat handphone dari teras rumahnya. Kejutan menyenangkan.
Pemandian Cokro Tulung di Klaten Jawa Tengah, Tempat Wisata Terindah - Kabupaten Klaten Jawa Tengah memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan Gunung Merapi. Sebagaimana kita ketahui bahwa Gunung Merapi merupakan gunung yang paling aktif di dunia. Pada saat gunung ini meletus wilayah Kabupaten Klaten menjadi salah satu daerah yang terkena dampak letusan ini, baik berupa lava panas langsung, awan panas / wedhus gembel atau hujan debu. Namun selain dampak tersebut, Wilayah Kabupaten Klaten juga diberkahi dengan sumber mata air yang deras. Diantara sumber air tanah itu dapat dimanfaatkan untuk irigasi sawah, Keperluan rumah tangga serta dimanfaatkan untuk air minum baik oleh perusahaan milik daerah maupun swasta.

Beberapa umbul mata air di lereng Merapi ini dimanfaatkan sebagai kolam pemandian dan salah satu yang terkenal adalah Pemandian Cokro Tulung Klaten. Pemandian Cokro Tulung memanfaatkan sumber air dari Kali Busur yang terletak di Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. Saat ini pemandian Cokro tulung menjadi salah satu wisata andalan di Kabupaten Klaten. Hal itu terlihat dari keseriusan pihak terkait untuk membangun kompleks wisata pemandian Cokro Tulung menjadi Obyek Mata Air Cokro Tulung (OMAC). Obyek ini dikembangkan sedemikian rupa menjadi kompleks wisata air atau Water Boom. Kompleks ini sendiri luasnya 15.000 meter persegi dan berlokasi kurang lebih 15 km dari Kota Solo. Untuk aksesnya dari Solo sangat mudah, yaitu dari Solo kearah Kartosuro, lalu belok kiri arah Klaten. Sebelum sampai Kota Klaten nanti belok kiri di Delanggu.


Wisata Pemandian Cokro Tulung atau Cokro tulung Water Boom juga dilengkapi dengan wahana permainan lainnya seperti Flying fox, sliding, taman air dan gazebo yang siap memanjakan anda sekeluarga.

Contact Admin

Recent Post

    Area Soloraya

    VISIT SOLORAYA

    Seni Budaya Jawa

    Popular Posts

    Kalender

    Translate To



    EnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianBrazilJapaneseKoreanArabicChinese Simplified



    Labels

    Boyolali (14) Karanganyar (25) Klaten (11) Sragen (17) Sukoharjo (11) Surakarta (13) Wonogiri (14)