Thursday 28 April 2016

Astana Giribangun adalah sebuah mausoleum bagi keluarga Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto. Kompleks makam ini terletak di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 660 meter di atas permukaan laut, tepatnya di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, sekitar 35 km di sebelah timur kota Surakarta.

Bangunan

Makam ini dibangun di atas sebuah bukit, tepat di bawah Astana Mangadeg, komplek pemakaman para penguasa Mangkunegaran, salah satu pecahan Kesultanan Mataram. Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 meter dpl, sedangkan Giribangun pada 660 meter dpl. Di Astana Mangadeg dimakamkan Mangkunegara (MN) I alias Pangeran Sambernyawa, MN II, dan MN III.
Pemilihan posisi berada di bawah Mangadeg itu bukan tanpa alasan; untuk tetap menghormat para penguasa Mangkunegaran, mengingat Ibu Tien Soeharto adalah keturunan Mangkunegoro III. Komplek makam ini memiliki tiga tingkatan cungkup (bangunan makam): cungkup Argo Sari teletak di tengah-tengah dan paling tinggi, di bawahnya, terdapat cungkup Argo Kembang, dan paling bawah adalah cungkup Argo Tuwuh.
Pintu utama Astana Giribangun terletak di sisi utara. Sisi selatan berbatasan langsung di jurang yang di bawahnya mengalir Kali Samin yang berkelok-kelok indah dipandang dari areal makam. Terdapat pula pintu di bagian timur kompleks makam yang langsung mengakses ke Astana Mangadeg.
Selain bangunan untuk pemakaman, terdapat sembilan bangunan pendukung lainnya. Di antaranya adalah masjid, rumah tempat peristirahatan bagi keluarga Soeharto jika berziarah, kamar mandi bagi peziarah utama, tandon air, gapura utama, dua tempat tunggu atau tempat istirahat bagi para wisatawan, rumah jaga dan tempat parkir khusus bagi mobil keluarga.
Di bagian bawah, terdapat ruang parkir yang sangat luas. Pada masa Soeharto berkuasa, di areal ini terdapat puluhan kios pedagang yang berjualan suvenir maupun makanan untuk melayani peziarah dan wisatawan. Namun kini di tempat itu tidak diizinkan lagi menjadi tempat berjualan dengan alasan keamanan dan ketenangan.

Argosari

Makam yang luas itu terdiri dari beberapa bagian. Di antaranya adalah bagian utama yang disebut Cungkup Argosari yang berada di dalam ruangan tengah seluas 81 meter persegi dengan dilindungi cungkup berupa rumah bentuk joglo gaya Surakarta beratap sirap. Dinding rumah terbuat dari kayu berukir gaya Surakarta pula.
Di ruangan ini hanya direncanakan untuk lima makam. Saat ini paling barat adalah makam Siti Hartini, di tengah terdapat makam pasangan Soemarharjomo (ayah dan ibu Tien) dan paling timur adalah makam Ibu Tien Soeharto. Tepat di sebelah barat makam Ibu Tien terdapat makam Soeharto.
Masih di bagian Argosari, tepatnya di emperan cungkup seluas 243 meter persegi, terdapat tempat yang direncanakan untuk makam 12 badan.
Di beranda cungkup seluas 405 meter persegi terdapat areal untuk 48 badan. Yang berhak dimakamkan di tempat itu adalah penasihat, pengurus harian serta anggota pengurus Yayasan Mangadeg yang mengelola pemakaman tersebut. Termasuk yang berhak dimakamkan di tempat itu adalah pengusaha Sukamdani Sahid Gitosardjono beserta istri.

Argokembang

Bagian yang berada di luar lokasi utama adalah Cungkup Argokembang seluas 567 meter persegi. Tempat ini tersedia tempat bagi 116 badan. Yang dapat dimakamkan di lokasi itu adalah para pengurus pleno dan seksi Yayasan Mangadeg ataupun keluarga besar Mangkunegaran lainnya yang dianggap berjasa kepada yayasan yang mengajukan permohonan untuk dimakamkan di astana tersebut.

Argotuwuh

Paling luar adalah Cungkup Argotuwuh seluas 729 meter persegi. Tempat ini tersedia tempat bagi 156 badan. Seperti halnya Cungkup Argo Kembang, yang berhak dimakamkan di lokasi itu adalah para pengurus Yayasan Mangadeg ataupun keluarga besar Mangkunegaran lainnya yang mengajukan permohonan.

Biaya bagi pengunjung

Bagi pengunjung yang membawa kendaraan bermotor, dipungut retribusi oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar untuk pemeliharaan jalan menuju Astana Giribangun. Pada tahun 2012, retribusi untuk minibus adalah sebesar Rp 5.000. Di lokasi makam, pihak yayasan memungut biaya parkir, untuk minibus sebesar Rp 3.000.
Selain itu, terdapat beberapa pungutan tanpa tanda bukti yang dilakukan oleh yayasan. Yayasan memungut "biaya administrasi" untuk selembar surat izin masuk makam dengan nilai seikhlasnya. Surat izin itu diminta kembali oleh yayasan ketika memasuki cungkup Argosari. Keluar dari cungkup Argosari, pengunjung dipungut lagi "biaya kebersihan makam" oleh yayasan, juga dengan nilai seikhlasnya. Yayasan juga menyediakan jasa foto langsung jadi di dekat makam Pak Harto dengan pungutan sebesar Rp 20.000 per foto.

Sejarah

Astana Giri Bangun dibangun pada tahun 1974 oleh Yayasan Mangadeg Surakarta, dan diresmikan penggunaannya para tahun 1976. Peresmian itu ditandai dengan pemindahan sisa jenazah Soemaharjomo (ayah Tien Soharto) dan Siti Hartini Oudang (kakak tertua Ibu Tien), yang keduanya sebelumnya dimakamkan di Makam Utoroloyo, salah satu makam keluarga besar keturunan Mangkunegaran yang berada di Kota Solo.

Wednesday 27 April 2016

Kampung Batik Laweyan merupakan tempat favorit turis baik lokal maupun mancanegara. Laweyan merupakan kawasan tua di kota Solo yang sangat penting dan terkenal karena hasil budaya yang sangat menarik yaitu kain batik. Pengunjung dapat langsung membeli kain batik yang tersedia di penjuru sudut gang Kampung Batik Laweyan.
Batik merupakan karya seni tradisional yang banyak ditekuni oleh masyarakat Laweyan Solo sampai sekarang. Laweyan merupakan kawasan sentra industri yang sudah ada sejak zaman kerajaan Pajang 1546 M. Suasana kegiatan membatik di Laweyan tempo dulu banyak didominasi oleh keberadaan para juragan batik sebagai pemilik usaha batik.
Kampung Laweyang hanya berjarak beberapa kilometer dari pusat kota solo atau dari jl Slamet Riyadi. Lokasi yang mudah dijangkau dari arah manapun, menjadikan Kampung Laweyan mendapat tempat tersendiri dari para pengunjung.

Sebagai kawasan cagar budaya, dilokasi tersebut banyak ditemukan situs-situs bersejarah antara lain Masjid Laweyan, makan Laweyan, Langgar Merdeka, Langgar Makmoer, dan rumah H. Samanhudi (pendiri Serikat Dagang Islam). Kampung Laweyan didesain sedemikian rupa sebagai upaya untuk mempercantik kawasan dan nyaman bagi para pengunjung yang datang ke Kampung Laweyan.

Sebagian besar rumah Kampung Laweyang dibuat sebagia tempat tinggal sekaligus showroom batik-batik yang masyarakat hasilkan. Jarik dengan motif Tirto Tejo dan Truntun merupakan ciri khas utama batik Laweyan, dan beberapa khas batik solo.
Selain karena hasil batik yang sangat menajubkan, pengunjung sejenak bersantai dimanjakan dengan musik khas solo seperti Kroncong , karawitan dan rebana. Musik tersebut merupakan jenis kesenian tradisional yang banyak ditemukan di masyarakat Laweyan.

Bangunan Kampung Laweyan yang kental dengan eksotis dan kemegahan karya seni yang dipengaruhi arsitektur tradisional Jawa, Eropa, Cina dan Islam menambah Kampung Laweyan semakin mengagumkan untuk dikunjungi. Banyak gang sempit yang menghubungkan antar rumah dan jalan sehingga mirip dengan sebuah kawasan kota lama. Memang, pada dasarnya Kampung Laweyang merupakan kota lama yang masih hidup dengan segala keindahannya.
Selain batik, kawasan Kampung Laweyan menyediakan kuliner khas solo seperti sate kere, pecel, tengkleng, garang asem dan aneka masakan khas jawa.
Memasuki Jl. Joko Tingkir, Gang Benowo II Sonojiwan RT 5/RW 22 Makam Haji, Kartosuro, Sukoharjo, terdapat sebuah plakat yang menunjukkan lokasi berjarak seitar 100 meter dari jalan raya. Lokasi ini adalah Petilasan Keraton Pajang. Kerajaan Pajang runtuh seiring berdirinya Mataram. Bekas fisiknya nyaris tak terlihat karena termakan usia. Tak ada sisa beteng, bekas bangunan atau semacamnya yang menggambarkan perjalanan fisik Keraton Pajang selama ratusan tahun. Yang masih tersisa dari Keraton Pajang hanyalah sisa-sisa kayu yang dahulunya merupakan getek atau rakit yang pernah dinaiki Joko Tingkir saat melawan buaya. Kemudian sebuah batu yang dulunya menjadi tempat bersemadi dan sebuah sendang yang airnya selalu jernih meskipun terletak di pinggir sungai yang keruh dan  kotor. Konon air sendang ini dipercaya dapat menyembuhkan penyakit jika air ini dipakai untuk mandi atau cuci muka. Di sini juga masih terdapat beberapa artefak peninggalan masa lalu.
Namun sayangnya, lokasi ini telah tertutup oleh bangunan baru yang sengaja dibuat untuk menyelamatkan petilasan. Ada sebuah pendapa, beberapa buah patung, beberapa bangunan penunjang lainnya yang secara keseluruhan lebih mirip sebuah taman. Upaya ini dilakukan pada tahun 1993 oleh Paguyuban Marsudi Petilasan Keraton Pajang dan akan terus berlanjut bahkan pendapa akan diubah mirip seperti keraton masa lalu lengkap dengan dinding bata dan atap sirap. Tapi sayangnya upaya ini belum tercapai dikarenakan belum ada dana yang memadai.
Pasalnya Petilasan Keraton Pajang sangt memprihatinkan. Pendanaan dari petilasan keraton ini hanyalah berasal dari dana swadaya para peziarah dari adanya acara rutin Jum’at Legen berupa do’a bersama atau tahlil yang dipimpin oleh juru kunci. Selain itu juga hanya ditunjang dari kerabat keturunan saja. Pihak Keraton Surakarta maupun Jogjakarta tidak pernah memberikan bantuan apapun untuk perawatan. Demikian pula dengan Dinas Pariwisata Pemda Kabupaten Sukoharjo.
Yayasan Kesultanan Keraton Pajang berencana membuat museum untuk Petilasan Keraton Pajang. Di museum ini akan diisi dengan replika-replika warisan budaya yang sempat tenggelam selama kurang lebih 424 tahun lalu. Hal ini dilakukan untuk melestarikan dan membangkitkan kembali Cagar Budaya Kesultanan Keraton Pajang. Dengan cara inilah peninggalan sejarah akan lebih mudah dilakukan dan sejarah bisa diluruskan. Museum ini rencananya akan lebih mengarah pada edukasi, ilmu pengetahuan, kebudayaan, pariwisata, dan untuk melestarikan cagar budaya.
Pewaris Tahta Keraton Pajang yaitu Kanjeng Raden Adipati Suradi Joyo Negoro telah mendaftarkan Keraton Pajang pada UNESCO melalui Yayasan Keraton Nusantara. Bangunan yang kini telah ada diantaranya Balai Agung Kasultanan Keraton Pajang dan kedaton yang terletak di samping Petilasan Keraton Pajang. Diharapkan dengan dilestarikannya museum ini akan semakin banyak peziarah bahkan wisatawan yang ingin mengetahui sejarah Keraton Pajang.
Kawasan perbukitan batu cadas yang panas dan kering kerontang itu masih sedikit menawarkan kesegaran. Dari sebuah mata air di bawah pohon gondang itu, Dinas Pariwisata Sukoharjo kemudian memanfaatkannya untuk sarana rekreasi. Misalnya, ada kolam renang bertingkat untuk dewasa dan anak-anak, juga tempat bermain, arena jelajah alam, dan bumi perkemahan. Di perbukitan di atasnya, ada sebuah gardu pandang untuk melihat kekeringan daerah itu. Cuma anehnya, menurut Ny Cipto (55) yang sudah lebih dari 10 tahun berdagang minuman di dekat pohon gondang, tanaman yang menghijau hanya yang dekat pohon itu. Lebih lanjut, ibu enam anak dan delapan cucu ini menuturkan sebuah cerita. Namun, ia memberi catatan kalau dirinya hanya mengetahui sedikit. "Cerita itu ya dari embah saya," katanya, sebelum memulai cerita tentang terjadinya mata air ini. Kisah itu dimulai dengan sebuah wisik atau bisikan halus di telinga Nyi Lanjar yang sedah resah mencari suaminya, sampai ia nekat memasuki sebuah hutan belantara. Di situlah ia mendengar suara lembut suaminya, Ki Gathok. Suara itu makin lama makin jelas, menunjukkan kerinduan sang suami untuk berjumpa kembali dengan Nyi Lanjar. Ki Gathok memang tidak sengaja menghilang. Saat berjalan di hutan untuk mencari kayu bakar, dia menemukan sebutir telur di tepi jalan dan dimakannya. Namun baru setengahnya dia habiskan, seluruh badannya menjadi terasa panas. Ia berlarian ke sana kemari, mencari air. Tanpa disadari sepasang tangan Ki Gathok mencabuti rumput pacing yang ada di sekelilingnya. Sungguh ajaib. Dari bekas cabutan itu keluarlah air yang kian membesar, dan akhirnya membentuk genangan yang besar dan dalam. Ia pun mencoba menghindar agar tidak tenggelam. Namun panas tubuh yang tak juga hilang membuat Ki Gathok akhirnya menceburkan diri ke dalam genangan air itu. Maka hilanglah ia sampai ke dasar.
 
Pariwisata Batu Seribu Kabupaten Sukoharjo yang sering disebut juga objek wisata pacinan merupakan wisata alam yang terletak di desa Gentan Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo. Obyek wisata ini terletak sekitar 20 km sebelah selatan Kota Sukoharjo, tepatnya di Desa Gentan, Kecamatan Bulu.
Untuk sampai ke obyek wisata itu, wisatawan biasanya mengalami kesulitan. Penunjuk arah yang hanya sedikit sering membuat wisatawan tersasar sementara jalan-jalan yang harus dilalui sempit dan bergelombang. Walau begitu, perbukitan batu cadas di sebelah kiri dan kanan yang menemani sepanjang perjalanan dari Sukoharjo sampai ke kawasan wisata itu, bisa menjadi alternatif pemandangan yang menyegarkan. Dari gerbang masuk, wisatawan harus menemukan sebuah sendang yang dikenal sebagai Sendang Lele terlebih dahulu. Di tempat itulah terdapat kolam kecil yang berisi puluhan lele dumbo. Dari situ, wisatawan harus berjalan menanjak sekitar satu kilometer untuk sampai ke pintu masuk. Harga tanda masuk (HTM) yang ditawarkan hanya Rp 750 per orang. Sesudah itu, wisatawan harus menempuh perjalanan sekitar 1,5 kilometer dengan jalan menanjak dan curam, yang kebanyakan diatasi kawula muda dengan sepeda motor. Tujuan makin dekat dengan memasuki sebuah terowongan berbentuk mulut naga. Di situlah wisatawan bisa menengok genangan air di bawah pohon gondang yang besar dan rimbun. Sayang, genangan air itu kini sudah tertimbun dedaunan ke-ring, sampah, dan batu-batu, sehingga jembatan kecil yang ada di atasnya juga tidak begitu berfungsi untuk menengok mata air itu yang keluar dari celah-celah akar pohon gondang setinggi lebih dari 10 meter itu. Meski demikian,
Suami yang tak kunjung pulang tentu saja meresahkan Nyi Lanjar, sampai akhirnya ia bertekad bulat untuk mencari. Di hutan belantara itulah suara lembut sang suami terdengar. Nyi Gathok kemudian menemukan potongan telur sisa suaminya dan menyantapnya sampai habis. Sama seperti sang suami, sekujur tubuh yang terasa panas tiada tara membuatnya mencari sumber air. Ketika menemukan genangan air, tanpa pikir panjang, Nyi Lanjar menceburkan diri ke dalamnya. Namun di dalam sumber air itu justru mereka kembali bertemu. Janji sehidup-semati telah tercapai. Kisah inilah yang diungkapkan masyarakat Sukoharjo turun temurun, sebagai contoh kesetiaan sepasang insan manusia. Genangan air itulah yang hingga kini dikenal masyarakat sekitar sebagai Umbul Pacinan yang berasal dari sumber kata pacing. "Sebetulnya sih bukan pacinan, tetapi pacing. Itu lho rumput-rumput yang sering ada di bawah pohon-pohon besar. Kayak di bawah pohon gondang ini," ujar Ny Cipto menunjuk rerumputan yang kini tinggal sisanya di bawah pohon itu. Di sumber air ini suara angin dan gemericik air masih bisa dinikmati. Hingga kini masyarakat sekitar meyakini, air yang bersumber dari Umbul Pacinan itu memberikan kedamaian dan kelanggengan di dalam rumah tangga. Bedanya, berada di sumber air itu wisatawan tidak akan lagi bisa tenggelam atau menenggelamkan diri. Mata air itu sudah dipenuhi batu dan dedaunan kering. Itulah Batu Seribu dengan mitosnya. Ketika orang mulai bertanya, obyek wisata alam yang bagaimanakah yang paling banyak diminati oleh para insan turisme? Tentu jawabannya akan bermacam-macam. Bisa saja jawabannya obyek wisata alam pantai, gua, air terjun, sendang, hutan, gunung, dan sebagainya atau obyek wisata alam tersebut merupakan perpaduan dari beberapa komponen yang disebutkan di atas. Kenyataan dewasa ini menunjukkan adanya kecenderungan wisatawan lebih memilih berwisata ke obyek atau kawasan yang merupakan perpaduan dari beberapa obyek wisata meskipun tidak mengurangi minat mereka untuk tetap berwisata ke tempat lainnya. Namun obyek atau kawasan wisata yang medannya lebih menantang semakin hari semakin menjadi primadona baru. Barangkali ketertarikan mereka lebih dikarenakan keinginan bertualan untuk mengungkap misteri sekaligus menaklukkan alam yang sering ditakuti itu, disamping menikmati keaslian alam yang masih "Asri" belum tercemar ulah manusia. Obyek wisata Batu Seribu di Kabupaten Sukoharjo merupakan obyek wisata alam yang sangat lengkap, indah dan medannya cukup menantang. Obyek wisata ini sesungguhnya merupakan suatu kawasan wisata di mana ada perpaduan antara unsur gunung, lembah, sendang, pemandian dan hutan wisata yang menakjubkan. Di bagian timur obyek wisata batu seribu terdapat gunung sepikul. Konon, gunung ini ditinggalkan oleh Bandung Bondowoso yang tidak tercapai maksud tujuannya membuat patung di Candi Prambanan.
Di bagian bawah dari obyek wisata batu seribu terdapat sendang Kiai Truno Lele. Sendang tersebut dihuni oleh Lele Putih dan dikeramatkan oleh masyarakat sekitarnya. Disini pula terdapat Sendang Ayu. Sedangkan di bagian atas dari obyek wisata Baru Seribu terdapat Kolam pemandian alam. Sumber air kolam ini berasal dari air yang mengalir dari perbukitan yang jernih dan sejuk. Menurut ceritera, khasiat mandi air ini adalah dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sendang berkhasiat tersebut kini dikenal dengan nama sendang panca warna. Di samping obyek-obyek wisata tadi, di kawasan ini terdapat bumi perkemahan di atas bukit yang cukup representatif. Begitupula ada hutan wisata berupa tumbuhan akasia yang dapat memberikan kesejukan bagi para wisatawan. Sebagai obyek wisata, disini telah tersedia berbagai macam fasilitas yang dapat dimanfaatkan wisatawan untuk secara leluasa bisa menikmati keindahan dan keunikan alam sekitarnya.

Tuesday 26 April 2016

Barangkali Anda salah satu penikmat gurihnya susu sapi segar. Hangatnya susu sapi, setelah dipasteurisasi, cukup nikmat dikonsumsi pada pagi atau malam hari. Bila ditambah sirup atau es batu, kesegaran susu pun terasa mak nyes di badan.
Pernahkah berpikir bagaimana sebotol susu segar sampai di tangan Anda? Mungkin Anda bisa menemukan jawabannya dengan berjalan-jalan ke Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Boyolali. Di desa ini Anda dapat berinteraksi dengan peternak sapi perah untuk melihat proses pemerahan susu. Tidak hanya itu, Anda pun dapat mencoba belajar memerah dengan bimbingan para peternak. Desa Cepogo berada 13 kilometer ke arah barat dari kota Boyolali. Ketinggiannya 800 meter di atas permukaan laut sehingga memiliki topografi dataran tinggi, dengan curah hujan 9000 mm per tahun. Oleh karena itu, kondisi ini menyebabkan Desa Cepogo cocok untuk peternakan sapi perah. Di Boyolali sendiri, sapi subtropis ini bisa hidup di wilayah berhawa dingin lainnya seperti Kecamatan Selo, Ampel, Musuk, Boyolali, dan Mojosongo.

Batas wilayah Desa Cepogo diapit oleh Desa Kembang Kuning di sebelah utara, Desa Mliwis di sebelah selatan, Desa Genting di sebelah barat, dan Desa Cabean Kunti di sebelah Timur. Desa yang dihuni lebih dari 1.600 KK ini, memiliki luas 350,35 hektar.Akses menuju lokasi sudah berupa jalan beraspal. Hanya sedikit jalan aspal yang rusak. Kebanyakan jalan yang dilewati masih layak pakai. Kendaraan yang Anda gunakan sebaiknya dalam kondisi prima. Jalanan yang akan ditapaki cenderung menanjak. Konsentrasi tidak boleh menurun karena banyak jalan berkelok dan tidak terlalu lebar. Namun Anda akan dimanjakan indahnya pemandangan gunung Merapi di sepanjang perjalanan.

Masyarakat Desa Cepogo sangat ramah kepada pendatang. Sepanjang melintas jalanan di desa ini, ramah sapa senantiasa ditunjukkan warga dengan berucap, “Monggo, mas.” Tidak jarang pula warga mengajak mampir untuk sekedar minum teh di rumahnya. Sungguh, Anda bisa merasakan hubungan kekerabatan yang kuat di sana.
Di desa ini, Anda bisa mampir di Dusun Kupo dan Banaran. Pada kedua dusun ini banyak warga yang memelihara sapi perah. “Produksi susu sapi di Desa Cepogo banyak ditemui di Kupo dan Banaran,” ujar Abdul Choir, Kepala Desa Cepogo. Pemerahan susu sapi dilakukan peternak pada pagi dan sore hari. Bila tidak ingin ketinggalan momen tersebut, Anda bisa datang sebelum pemerahan dimulai. Anda diperbolehkan melihat prosesnya di kandang dan melakukan pemerahan sendiri bila menghendaki.
Supriati, peternak sapi perah di Dusun Kupo, mengaku senang bila rumahnya didatangi wisatawan. “Masih sangat jarang ada wisatawan ke sini. Dulu pernah ada tamu rombongan yang ikut melihat langsung proses pemerahan. Hanya sekali itu saja tempat saya dikunjungi. Saya yakin bila banyak wisatawan datang, akan mampu mengangkat perekonomian warga,” ujar wanita 38 tahun ini optimis. “Ada 9 peternak sapi perah yang ada di sini,” lanjut Supriati. Potensi wisata baru di Desa Cepogo ini ternyata belum tergarap maksimal. Dusun Tumang, bagian dari Desa Cepogo, lebih dahulu terangkat dengan kerajinan tembaganya. Sedangkan potensi agrowisata pemerahan susu sapi belum terlalu disosialisasikan. “Saat ini yang cukup dikenal hanya Tumang yang menjadi pusat kerajinan tembaga. Belum ada instruksi dari pemkab dalam pengembangan wisata untuk sapi perah Saya menyambut baik bila Pemkab Boyolali juga turun tangan untuk mau mengangkat potensi wisata tersebut di desa ini, agar mampu mengangkat ekonomi warga,” ujar Abdul Choir.

Melihat penyediaan fasilitas wisata di Desa Cepogo, memang masih minim. Keberadaan homestay sulit ditemui di sini. Untuk mencari penginapan, wisatawan harus ke Selo yang jaraknya kurang lebih enam kilometer dari Desa Cepogo. Harga sewa kamar di sana berkisar antara 25 ribu hingga 100-an ribu rupiah. “Kendala saat ini salah satunya adalah penginapan. Belum banyak warga yang bersedia menjadikan rumahnya sebagai penginapan. Namun bisa jadi kalau banyak wisatawan datang ke sini, warga akan tertarik membuatnya,” ujar Jamari, ketua RT 03/RW 03 Dusun Kupo, Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Boyolali. Kendala lain adalah keadaan kandang sapi yang terlihat kotor. Jumari khawatir bila wisatawan yang datang tidak terbiasa menghadapi hal-hal yang dianggap kotor, dia bisa merasa jijik. “Namun yang ini bisa disiasati dengan meminimalkan keberadaan barang-barang yang dianggap jijik dari dalam kandang,” kata Jumari. Kotor memang sebuah anggapan. Namun dengan melihat dan mempraktikkan langsung pemerahan sapi, justru wawasan Anda akan bertambah dari sini. Setelah menikmati proses pemerahan, Anda pun bisa membeli susu segar langsung dari peternak. Seekor sapi perah mampu memproduksi susu 10 hingga 15 liter per hari. Dari empat sapi perah produktif yang dimiliki Supriyati, misalnya, bisa dihasilkan susu segar sebanyak 50 hingga 55 liter sehari. Harga eceran susu tertinggi per liter sekitar Rp 2.800. Cukup murah bukan. Hanya saja harga ini sebenarnya masih cukup memberatkan peternak. “Harga pakan ternak kualitas bagus, per kilo sudah Rp 2.500. Bila dibandingkan dengan nilai jual susu per liter, maka tidak terlalu sebanding marginnya. Maka dari itu, saat ini lebih banyak peternak yang beralih dari sapi perah ke sapi potong,” ungkap Jumari. “Dalam sebulan saya bisa mendapatkan omset 1,5 juta. Tapi kalau pas deras-derasnya susu sapi pasca melahirkan, saya bisa dapat 2,5 juta. itu belum dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan,” keluh Supriyati. 
Penggarapan peternakan sapi perah untuk tujuan agrowisata ini memang masih terkesan berjalan sendiri-sendiri. Di antara peternak sapi perah Desa Cepogo, belum terbentuk semacam kelompok sadar wisata yang berperan dalam peningkatan nilai desa dari sektor pariwisata. Bila ada wisatawan datang dan ingin berinteraksi dengan peternak, mereka bisa memilih sendiri salah satu peternak yang ada. “Semua peternak masih terfokus pada besaran peningkatan produksi susu dan penjualan,” kata Jumari. 
Sebenarnya penggarapan potensi wisata pemerahan susu sapi ini siap diawali warga. “Penggarapan ini tidak lepas dari peran serta pemkab untuk serius memberikan fasilitas memadai sebagai tujuan wisata, termasuk dari sisi promosi Permodalan pun juga harus dibantu, misalnya, persoalan seputar pengadaan bibit dan pembudidayaan sapi perah. Saya yakin warga Desa Cepogo siap mewujudkan potensi ini,” pesan Abdul Choir.
Umbul Tirto Marto adalah kompleks Umbul yang terdiri dari 3 Umbul .
yakni :
  • Umbul Temanten
  • Umbul Dudo
  • Umbul Ngabean
Kompleks Umbul ini terletak di Pengging, kecamatan Banyudono, Boyolali.
Umbul Pengging adalah sebuah kompleks pemandian peninggalan Kasunanan Surakarta  Pemandian ini dibangun oleh Raja Kasunanan Surakarta yaitu Sri Paduka Pakubuwono X.
Menurut cerita masyarakat setempat, pada awalnya pemandian ini merupakan tempat bersantai raja dan keluarganya. Hal ini tampak dari bangunan tempat peristirahatan yang berada di dekat kolam pemandian ini  (Pesanggrahan Ngeksipurna) yang menajdi satu wilayah dengan Masjid Ciptamulya dan Makam R.Ng Yasadipura I.
Kompleks Umbul pengging terdapat 3 umbul utama, selebihnya adalah kolam bermain anak-anak, ada rumah makan lesehan apung,pemancingan, lapangan tennis dan dibelakang umbul juga ada pasar burung .
tiket masuk ke kompleks umbul tirtomarto sekitar 3000 di gerbang/pintu masuknya. kalau mau masuk ke Umbul nya masih harus bayar lagi. tiap2 umbul beda, tapi paling cuma 1000-2000 aja kok. kalau aku dulu ke Umbul Manten bayar nya 1000
1. Umbul Temanten
1
Umbul Temanten memiliki kedalaman kurang lebih 50—170 cm. Di area pemandian ini juga dilengkapi dengan fasilitas kamar ganti dan sejumlah kamar bilas.
Menurut cerita masyarakat, asal mula Pemandian Umbul Temanten berawal dari kunjungan Sri Paduka Susuhunan Paku Buwono X yang melihat dua buah sumber air (umbul) yang terletak berdekatan di area Umbul Temanten ini. Setelah melihat kedua umbul tersebut, Sri Paduka Susuhunan Paku Buwono X kemudian berdoa kepada Tuhan agar kedua umbul tersebut dipersatukan. Setelah selesai berdoa, akhirnya permintaan Sri Paduka Susuhunan Paku Buwono X itu dikabulkan Tuhan. setelah disabda , Bersatunya kedua umbul itu kemudian diberi nama Umbul Temanten yang diibaratkan menyatunya dua mempelai yang rukun menjadi satu. Peristiwa itu juga sekaligus mengandung piwulang (nasehat) kepada masyarakat bahwa dalam mengarungi hidup berumah tangga, suami isteri harus bisa menjalin hubungan yang rukun. 
pertama kali ke Umbul ini pas sekolah kebetulan pulang pagi, aku sama ke 3 temenku sepakat mau berenang. awalnya udah rencana mau di Umbul Ngabean yg ngga begitu dalam kolamnya. 
Eh, tau-tau umbul Ngabean nya ternyata ditutup karena lagi direnovasi, jadilah kita ke Umbul Temanten yang dualem sedalam hati ku  (kami gakmau ke Umbul Dudo, padahal Umbul Dudo adalah umbul yang paling cethek / dangkal. karena Umbul Dudo biasanya buat nyuci sama mandi -_- , jadi kan yaa agak gimana gitu )
karena aslinya aku nggak bisa berenang #bongkar aib , dan dari ke4 orang td yg bisa berenang cuma 1 orang aja, walhasil kami cuma mengapug apung , main air (keceh) di pojokan kolam padahal kalau bisa renang , enak banget lho .. airnya beniiiiiinngg, kolamnya luass , kalau mau berenang tinggal muter muter keliling kolam sampe capeekk . akhirnya kami cuma kecipak kecipuk disitu karena kolam sm tinggi badanku aja lebih dalem kolamnya , aku nggak berani ngapa-ngapain… hahaa… takut tenggelem U_U main di umbul sampe badan kedinginan terus mentas deh abis itu cari makan

2. Umbul Dudo
Umbul dudo ini yang paling dangkal dan biasanya buat anak – anak , buat mandi jugaa , hehe
Menurut cerita, pada zaman dahulu pemandian yang berpagar tembok ini ditemukan seekor kura-kura yang cukup besar dengan jenis kelamin jantan. Oleh karena itu, dengan ditemukannya kura-kura jantan di umbul tersebut hingga sekarang dinamakan Umbul Dudo. Dudo, dalam bahasa Jawa berarti tidak mempunyai istri. Karena kura-kura jantan tadi cuma sendirian maka dianggaplah kura-kura itu tidak memiliki pasangan hidup (dudo).
DSCN7899

3.Umbul Ngabean
kalau umbul Ngabean bentuknya bunder/bulat .Menurut cerita, kolam ini pada zaman PB X khusus hanya dipergunakan mandi para keluarga Raja Kasunanan Surakarta. Untuk menjaga ketertiban dan keamanan serta kebersihan juga keindahan, oleh Raja ditugaskan seorang abdi dalem berpangkat Ngabehi sebagai penjaganya. Yang akhirnya umbul tersebut hingga sekarang disebut dengan nama Umbul Ngabean.
Event :
 umbul ngabean pengging
Setiap 2 hari sebelum ulan puasa, biasanya masyarakat emlaksanakan ritual/tradisi padusan yang katanya buat mensucikan / membersihkan diri sebelum melaksanakan ibadah puasa. selain itu juga ada masyarakat yang melakukan ritual kungkum / bersemadi di dalam air .

JALUR SELO Terletak di Kecamatan Selo masuk wilayah Kabupaten boyolali, Jawa Tengah. Selo berada di tengah-tengah antara Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Pendaki yang hendak menapaki puncak Gunung Merapi lebih suka mengambil jalur dari Selo ini.
Untuk menuju ke Selo bisa ditempuh dari Magelang atau dari Boyolali. Namun lebih mudah memperoleh kendaraan umum dari Boyolali. Untuk menuju ke kota Boyolali dari Semarang naik bus ke Solo atau sebaliknya dari Solo naik bus jurusan Semarang turun di kota Boyolali. Apabila dari kota Yogyakarta harus naik bus jurusan Solo turun di Kartasura, kemudian ganti bus jurusan Solo Semarang turun di kota Boyolali.
Untuk menuju ke Selo dari kota Boyolali menggunakan bus kecil jurusan Selo. Bus yang langsung ke Selo agak jarang biasanya hanya sampai Pasar Cepogo, dan dari pasar Cepogo ganti lagi bus kecil yang menuju Selo.
Untuk menuju ke basecamp Gn. Merbabu, dari pendaki harus berjalan kaki menyusuri jalan aspal sekitar 1 jam, cukup jauh dan menanjak sehingga cukup melelahkan. Melintasi perkampungan penduduk dan ladang-ladang yang berada di lereng-lereng terjal. Biasanya.
Dari basecamp merbabu, pendakian diawali dengan melintasi area perkemahan yang sangat luas yang ditumbuh pohon-pohon pinus. Jalur pertama Agak landai kemudian mulai memasuki kawasan hutan.
Jalur pendakian masih cukup landai, namun akan banyak dijumpai pertigaan, maupun perempatan jalur yang menuju ke perkampungan penduduk, maupun jalur penduduk mencari kayu bakar dan rumput, untuk itu tetap pilih jalur yang paling lebar. Berjalan sekitar satu jam akan sampai di Mpitian yang berupa perempatan jalur.
Dari Mpitian masih agak landai melintasi hutan akan berjumpa dengan sungai kering yang berisi pasir. Setelah menyeberangi sungai kering jalur mulai agak menanjak namun masih melintasi hutan.
Kemudian melalui  Tikungan Macan jalur mulai sedikit terbuka, namun masih melintasi hutan yang sudah tidak terlalu lebat lagi. Jalur mulai menanjak, setengah jam berikutnya jalur mulai agak sulit dan semakin terjal. Sekitar satu jam dari Tikungan Macan pendaki akan sampai di Batu batu yang besar atau orang bilang batu tulis
Dari Batu Tulis medan mulai terbuka berupa padang rumput yang sangat terjal dan berdebu. Bila di musim hujan jalur ini licin sekali sehingga perlu perjuangan sangat keras untuk merangkak ke bergerak ke atas. Puncak Gunung Merbabu masih belum kelihatan, pendaki masih harus melewati empat buah bukit yang terjal untuk sampai di puncak

Gunung Merbabu.
Sekitar 1 jam berjuang melintasi medan yang berat dan terjal pendaki akan sampai di puncak bukit, selanjutnya turun dan landai melintasi padang rumput. Pemandangan sekitar di Padang Rumput ini sangat indah, seperti bukit-bukit Teletubies.
Sedikit naik bukit dan kemudian turun lagi pendaki akan sampai di Jemblongan yakni sebuah tempat yang banyak di tumbuhi Edelweiis dalam ukuran besar dan rapat sehingga sehingga membentuk hutan yang rindang.
Pendaki bisa beristirahat sejenak sambil tiduran di bawah rindangnya hutan Edelweiss. Di sini adalah tempat terakhir yang bisa digunakan untuk berteduh dan beristirahat dengan nyaman, karena jalur selanjutnya berupa padang rumput terbuka yang kering dan sangat terjal, berdebu di musim kemarau dan sangat licin di musim hujan.

Dari Jemblongan kembali pendaki harus berjuang untuk mendaki bukit yang terjal, licin dan berdebu. Puncak Gunung Merbabu masih belum kelihatan karena tertutup bukit. Pemandangan alam cukup menghibur, di sisi kiri terdapat Gunung Kenong dan di sisi kanan terdapat gunung Kukusan yang runcing dan terjal.
Setelah berjalan sekitar 1 jam akan tampak puncak Gunung Merbabu. Pemandangan yang sangat indah di depan mata, sekaligus pemandangan yang mencengangkan, karena kita memandang jalur medan terjal yang harus kita tempuh untuk menggapai puncak gunung Merbabu. Berbalik arah pemandangan ke arah Gunung Merapi juga sangat indah sekali.
Sekitar 30 menit hingga 1 jam diperlukan perjuangan akhir dengan menapaki jalur padang rumput yang terjal dan berdebu untuk mencapai Puncak tertinggi gunung Merbabu. Setibanya di Puncak Gunung Merbabu, untuk menuju Puncak Kenteng Songo kita berjalan sekitar 10 menit ke arah Timur.


 Dari puncak kita dapat memandang Gn. Merapi. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, tampak Gn. Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn. Lawu dengan puncaknya yang memanjang.hari pun mulai siang kami pun bergegas turun dan melanjutkan perjalanan kami ke merapi.

Badan masih lelah setelah mendaki gunung merbabu tapi masih semangat untuk melanjutkan perjalanan ke puncak merapi
Untuk mencapai puncak Merapi, para pendaki diharuskan melewati jalur utara. Selain aman, jaraknya juga tidak begitu jauh dibandingkan dengan jalur lain. Dengan berjalan kaki kami masuk Dusun Plalangan jalanannya menanjak penduduk sekitar dengan ramah menyapa kami kebanyakan mereka ada petani dan berternak sapi,
Untuk ke puncak, hanya perlu waktu sekitar 6 jam sedangkan untuk turun diperlukan waktu sekitar 4 jam. Karena waktu tempuhnya cukup singkat, perjalanan bisa dimulai sekitar pukul 24.00, agar kita tiba Puncak Garuda bisa menikmati sunrise dengan jelas. Pendaki dapat beristirahat di basecamp yang dapat menampung sekitar banyak pendaki. Disini tersedia tempat untuk tidur rame-rame. Siapkan persediaan air karena selama diperjalanan kita tidak akan menemui mata air.di sini juga bisa memesan makan sama penjaga basecamp yaa sangking capeknya kami malas masak he..he…
Dari basecamp melalui jalan aspal kita berjalan hingga ujung jalan aspal dan akan menjumpai rumah joglo Pos1. Melalui jalan setapak di sebelah kiri bangunan ini perjalanan akan melintasi kebun penduduk yang banyak ditanami tembakau dan kol. Jalur sedikit menanjak namun banyak kerikil sehingga perlu hati-hati agar tidak terpeleset.
Setengah perjalanan menuju Pos 2 berupa kebun penduduk, setengahnya lagi kita mulai memasuki hutan pinus yang terjal. Jalur ini berupa tanah namun banyak kerikil sehingga cukup menyulitkan perjalanan. Mendekati pos 2 kita mulai melewati batu-batuan yang besar.
Dari Pos 2 menuju Pos 3 jalur akan banyak melewati batuan-batuan terjal, angin kencang mulai terasa sangat mengganggu. Gunakan jaket tebal, sarung tangan, dan penutup muka, karena dinginnya tiupan angin. Bila ingin beristirahat carilah celah- celah batu yang dapat melindungi kita dari hembusan angin kencang. Dimalam hari kita dapat menyaksikan gemerlapnya kota Boyolali. 

 
Dari Pos 3 menuju Pasar Bubrah, kita akan berhadapan dengan batu-batu terjal. Disini pendaki harus berjalan sambil merangkak dibeberapa tempat yang terjal. Hembusan angin kencang sangat terasa, seolah-olah melarang para pendaki untuk mendekati Puncak Merapi ini.
Di Pasar Bubrah ini terdapat suatu lembah dengan batu-batuan yang berserakan yang sangat luas menyerupai sebuah pasar tradisional. Konon, masyarakat menganggap pasar tersebut sebagai pasar para lelembut.
Dari Pasar Bubrah pendaki dapat melanjutkan pendakian ke Puncak Garuda. Puncak ini sudah rusak dan longsor sehingga sangat berbahaya untuk melakukan pendakian. Selain sangat terjal dan mudah longsor juga angin kencang bertiup tiada hentinya.
Dari puncak Garuda, Anda bisa melihat pemandangan yang menakjubkan, dimana kawah merapi berada di depan mata tak henti-hentinya mengeluarkan asap. Tampak pula, di sebelah utara, Gunung Merbabu yang menantang untuk ditaklukkan. 
Di seberang Barat dan Timur, Gunung Lawu dan Gunung Sindoro-Sumbing seperti gundukan-gundukan hijau. Jika cuaca cerah, pemandangan lebih mengasyikkan lagi, karena Anda bisa melihat kota Magelang dan Boyolali. Di puncak suhunya bisa mencapai 5 derajat sampai -8 derajat. Karena kabut mulai berdatangan kami pun turun..dalam perjalanan turun kami salut sama penduduk sekitar ternyata mereka mencari rumput untuk hewan ternak mereka sampai di puncak merapi..he..he hebat.

Kalau boleh diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo. Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini. Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas. Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki. 13459149151487006849 Pemandangan Awal Pendakian Merbabu Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai sudah pada level sekitar 1700 mdpl. Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi mereka. 1345914973737557316 Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki. Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang. Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak menara pemancar dan 13459150301599095522 Menara Pemancar di Merbabu jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam. Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak. Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas. 13459158711407265179 Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo berada di tengah. Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi. Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan gunung Merbabu. Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir batu-batuan dan jalanan berpasir. 13459163151102672891 Puncak Syarif dan Jembatan Setan 1345915101189976619 Batu-batu di Puncak Kenteng Songo Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini, selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan jelas gunung Merapi di depannya. Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi. Perjalanan turun 13459151951367981067 Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah. Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki turun. Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak. Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga kumpulan edelweis. 1345916382166684054 Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu, jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar. Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur pendakian Selo. Transit dan tukang ojek Desa Selo Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk sekitar sendiri. Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya. Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis berbincang tentang profesinya sebagai petani. Merapi – Gunung Kedua Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu. 13459156992012881951 NEW SELO Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas carier dalam ukuran besar. Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat matahari terbit. Perjalanan pasir yang terjal Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan “NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi. Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang masih diselimuti hutan tropis. 1345915768691609963 Menuju Puncak Merapi Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah. Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir dan batuan yang begitu berlimpah. 13459152691226171879 Pasar Bubrah Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai. Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam. Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas ketika langit cerah. 13459159711153931978 Matahari Terbit dari Puncak Merapi 13459156211792489940 Kawah Merapi dan Lava Pijarnya Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak mendukung,” katanya. Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu. Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan juta,” katanya menambahkan. Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung. Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu. 13459155171063692951 Pendaki Mancanegara di Merapi Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa: Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka. Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali. Tentang vandalisme dan sampah 13459161311653309944 Vandalisme di Kenteng Songo Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak mereka yang mengaku “pecinta alam.” Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki. 1345916178100720368 Sampah di Jalur Pendakian Merapi Dan tentang mereka yang meninggal 1345914484988131703 Nisan atas Nama Simuh Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru. 13459146301028469933 Nisan di Merapi 134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno) ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Kalau boleh diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo. Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini. Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas. Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki. 13459149151487006849 Pemandangan Awal Pendakian Merbabu Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai sudah pada level sekitar 1700 mdpl. Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi mereka. 1345914973737557316 Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki. Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang. Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak menara pemancar dan 13459150301599095522 Menara Pemancar di Merbabu jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam. Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak. Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas. 13459158711407265179 Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo berada di tengah. Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi. Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan gunung Merbabu. Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir batu-batuan dan jalanan berpasir. 13459163151102672891 Puncak Syarif dan Jembatan Setan 1345915101189976619 Batu-batu di Puncak Kenteng Songo Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini, selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan jelas gunung Merapi di depannya. Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi. Perjalanan turun 13459151951367981067 Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah. Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki turun. Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak. Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga kumpulan edelweis. 1345916382166684054 Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu, jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar. Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur pendakian Selo. Transit dan tukang ojek Desa Selo Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk sekitar sendiri. Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya. Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis berbincang tentang profesinya sebagai petani. Merapi – Gunung Kedua Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu. 13459156992012881951 NEW SELO Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas carier dalam ukuran besar. Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat matahari terbit. Perjalanan pasir yang terjal Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan “NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi. Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang masih diselimuti hutan tropis. 1345915768691609963 Menuju Puncak Merapi Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah. Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir dan batuan yang begitu berlimpah. 13459152691226171879 Pasar Bubrah Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai. Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam. Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas ketika langit cerah. 13459159711153931978 Matahari Terbit dari Puncak Merapi 13459156211792489940 Kawah Merapi dan Lava Pijarnya Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak mendukung,” katanya. Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu. Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan juta,” katanya menambahkan. Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung. Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu. 13459155171063692951 Pendaki Mancanegara di Merapi Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa: Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka. Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali. Tentang vandalisme dan sampah 13459161311653309944 Vandalisme di Kenteng Songo Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak mereka yang mengaku “pecinta alam.” Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki. 1345916178100720368 Sampah di Jalur Pendakian Merapi Dan tentang mereka yang meninggal 1345914484988131703 Nisan atas Nama Simuh Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru. 13459146301028469933 Nisan di Merapi 134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno) ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Kalau boleh diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo. Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini. Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas. Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki. 13459149151487006849 Pemandangan Awal Pendakian Merbabu Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai sudah pada level sekitar 1700 mdpl. Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi mereka. 1345914973737557316 Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki. Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang. Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak menara pemancar dan 13459150301599095522 Menara Pemancar di Merbabu jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam. Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak. Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas. 13459158711407265179 Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo berada di tengah. Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi. Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan gunung Merbabu. Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir batu-batuan dan jalanan berpasir. 13459163151102672891 Puncak Syarif dan Jembatan Setan 1345915101189976619 Batu-batu di Puncak Kenteng Songo Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini, selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan jelas gunung Merapi di depannya. Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi. Perjalanan turun 13459151951367981067 Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah. Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki turun. Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak. Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga kumpulan edelweis. 1345916382166684054 Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu, jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar. Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur pendakian Selo. Transit dan tukang ojek Desa Selo Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk sekitar sendiri. Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya. Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis berbincang tentang profesinya sebagai petani. Merapi – Gunung Kedua Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu. 13459156992012881951 NEW SELO Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas carier dalam ukuran besar. Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat matahari terbit. Perjalanan pasir yang terjal Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan “NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi. Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang masih diselimuti hutan tropis. 1345915768691609963 Menuju Puncak Merapi Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah. Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir dan batuan yang begitu berlimpah. 13459152691226171879 Pasar Bubrah Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai. Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam. Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas ketika langit cerah. 13459159711153931978 Matahari Terbit dari Puncak Merapi 13459156211792489940 Kawah Merapi dan Lava Pijarnya Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak mendukung,” katanya. Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu. Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan juta,” katanya menambahkan. Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung. Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu. 13459155171063692951 Pendaki Mancanegara di Merapi Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa: Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka. Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali. Tentang vandalisme dan sampah 13459161311653309944 Vandalisme di Kenteng Songo Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak mereka yang mengaku “pecinta alam.” Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki. 1345916178100720368 Sampah di Jalur Pendakian Merapi Dan tentang mereka yang meninggal 1345914484988131703 Nisan atas Nama Simuh Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru. 13459146301028469933 Nisan di Merapi 134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno) ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Kalau boleh diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo. Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini. Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas. Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki. 13459149151487006849 Pemandangan Awal Pendakian Merbabu Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai sudah pada level sekitar 1700 mdpl. Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi mereka. 1345914973737557316 Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki. Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang. Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak menara pemancar dan 13459150301599095522 Menara Pemancar di Merbabu jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam. Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak. Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas. 13459158711407265179 Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo berada di tengah. Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi. Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan gunung Merbabu. Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir batu-batuan dan jalanan berpasir. 13459163151102672891 Puncak Syarif dan Jembatan Setan 1345915101189976619 Batu-batu di Puncak Kenteng Songo Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini, selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan jelas gunung Merapi di depannya. Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi. Perjalanan turun 13459151951367981067 Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah. Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki turun. Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak. Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga kumpulan edelweis. 1345916382166684054 Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu, jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar. Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur pendakian Selo. Transit dan tukang ojek Desa Selo Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk sekitar sendiri. Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya. Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis berbincang tentang profesinya sebagai petani. Merapi – Gunung Kedua Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu. 13459156992012881951 NEW SELO Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas carier dalam ukuran besar. Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat matahari terbit. Perjalanan pasir yang terjal Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan “NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi. Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang masih diselimuti hutan tropis. 1345915768691609963 Menuju Puncak Merapi Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah. Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir dan batuan yang begitu berlimpah. 13459152691226171879 Pasar Bubrah Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai. Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam. Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas ketika langit cerah. 13459159711153931978 Matahari Terbit dari Puncak Merapi 13459156211792489940 Kawah Merapi dan Lava Pijarnya Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak mendukung,” katanya. Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu. Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan juta,” katanya menambahkan. Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung. Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu. 13459155171063692951 Pendaki Mancanegara di Merapi Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa: Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka. Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali. Tentang vandalisme dan sampah 13459161311653309944 Vandalisme di Kenteng Songo Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak mereka yang mengaku “pecinta alam.” Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki. 1345916178100720368 Sampah di Jalur Pendakian Merapi Dan tentang mereka yang meninggal 1345914484988131703 Nisan atas Nama Simuh Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru. 13459146301028469933 Nisan di Merapi 134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno) ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Kalau boleh diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo. Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini. Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas. Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki. 13459149151487006849 Pemandangan Awal Pendakian Merbabu Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai sudah pada level sekitar 1700 mdpl. Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi mereka. 1345914973737557316 Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki. Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang. Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak menara pemancar dan 13459150301599095522 Menara Pemancar di Merbabu jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam. Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak. Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas. 13459158711407265179 Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo berada di tengah. Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi. Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan gunung Merbabu. Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir batu-batuan dan jalanan berpasir. 13459163151102672891 Puncak Syarif dan Jembatan Setan 1345915101189976619 Batu-batu di Puncak Kenteng Songo Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini, selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan jelas gunung Merapi di depannya. Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi. Perjalanan turun 13459151951367981067 Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah. Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki turun. Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak. Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga kumpulan edelweis. 1345916382166684054 Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu, jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar. Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur pendakian Selo. Transit dan tukang ojek Desa Selo Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk sekitar sendiri. Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya. Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis berbincang tentang profesinya sebagai petani. Merapi – Gunung Kedua Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu. 13459156992012881951 NEW SELO Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas carier dalam ukuran besar. Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat matahari terbit. Perjalanan pasir yang terjal Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan “NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi. Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang masih diselimuti hutan tropis. 1345915768691609963 Menuju Puncak Merapi Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah. Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir dan batuan yang begitu berlimpah. 13459152691226171879 Pasar Bubrah Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai. Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam. Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas ketika langit cerah. 13459159711153931978 Matahari Terbit dari Puncak Merapi 13459156211792489940 Kawah Merapi dan Lava Pijarnya Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak mendukung,” katanya. Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu. Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan juta,” katanya menambahkan. Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung. Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu. 13459155171063692951 Pendaki Mancanegara di Merapi Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa: Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka. Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali. Tentang vandalisme dan sampah 13459161311653309944 Vandalisme di Kenteng Songo Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak mereka yang mengaku “pecinta alam.” Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki. 1345916178100720368 Sampah di Jalur Pendakian Merapi Dan tentang mereka yang meninggal 1345914484988131703 Nisan atas Nama Simuh Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru. 13459146301028469933 Nisan di Merapi 134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno) ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Kalau boleh diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo. Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini. Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas. Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki. 13459149151487006849 Pemandangan Awal Pendakian Merbabu Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai sudah pada level sekitar 1700 mdpl. Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi mereka. 1345914973737557316 Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki. Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang. Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak menara pemancar dan 13459150301599095522 Menara Pemancar di Merbabu jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam. Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak. Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas. 13459158711407265179 Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo berada di tengah. Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi. Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan gunung Merbabu. Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir batu-batuan dan jalanan berpasir. 13459163151102672891 Puncak Syarif dan Jembatan Setan 1345915101189976619 Batu-batu di Puncak Kenteng Songo Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini, selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan jelas gunung Merapi di depannya. Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi. Perjalanan turun 13459151951367981067 Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah. Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki turun. Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak. Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga kumpulan edelweis. 1345916382166684054 Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu, jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar. Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur pendakian Selo. Transit dan tukang ojek Desa Selo Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk sekitar sendiri. Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya. Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis berbincang tentang profesinya sebagai petani. Merapi – Gunung Kedua Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu. 13459156992012881951 NEW SELO Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas carier dalam ukuran besar. Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat matahari terbit. Perjalanan pasir yang terjal Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan “NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi. Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang masih diselimuti hutan tropis. 1345915768691609963 Menuju Puncak Merapi Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah. Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir dan batuan yang begitu berlimpah. 13459152691226171879 Pasar Bubrah Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai. Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam. Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas ketika langit cerah. 13459159711153931978 Matahari Terbit dari Puncak Merapi 13459156211792489940 Kawah Merapi dan Lava Pijarnya Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak mendukung,” katanya. Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu. Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan juta,” katanya menambahkan. Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung. Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu. 13459155171063692951 Pendaki Mancanegara di Merapi Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa: Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka. Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali. Tentang vandalisme dan sampah 13459161311653309944 Vandalisme di Kenteng Songo Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak mereka yang mengaku “pecinta alam.” Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki. 1345916178100720368 Sampah di Jalur Pendakian Merapi Dan tentang mereka yang meninggal 1345914484988131703 Nisan atas Nama Simuh Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru. 13459146301028469933 Nisan di Merapi 134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno) ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf

Contact Admin

Recent Post

    Area Soloraya

    VISIT SOLORAYA

    Seni Budaya Jawa

    Popular Posts

    Kalender

    Translate To



    EnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianBrazilJapaneseKoreanArabicChinese Simplified



    Labels

    Boyolali (14) Karanganyar (25) Klaten (11) Sragen (17) Sukoharjo (11) Surakarta (13) Wonogiri (14)