Sunday 4 December 2016


Telaga Bandoet merupakan nama salah satu objek wisata di Bumi Sukowati. Telaga ini berlokasi di Dusun Jetis, RT 011, Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Sragen.
Objek wisata ini terletak di perbukitan lereng Gunung Lawu. Telaga Bandoet berjarak sekitar 20 km dari Kota Sragen. Telaga ini tidak terlalu lebar, namun airnya cukup melimpah.
Pemerintah desa (Pemdes) Sukorejo mulai mengembangkan potensi Telaga Bandoet dengan membangun kolam renang pada awal 2014 silam. Cukup dengan merogoh kocek sedalam Rp2.000 untuk membayar tiket, pengunjung bisa menikmati kemurnian air telaga ini. Udara segar dipadu dengan pemandangan alam berupa pegunungan dan perbukitan yang indah menjadi bonus yang bisa dinikmati pengunjung.
Berdasar cerita yang berkembang di masyarakat, cerita tentang asal muasal Telaga Bandoet tidak bisa dilepaskan dari kisah Ki Joko Budug. Dia merupakan seorang putra Raja Majapahit bernama lengkap Raden Haryo Bangsal.
Cerita bermula ketika Ki Joko Budug pergi dari kerajaan untuk berpetualang. Dia tiba di sebuah pemukiman di Desa Bayem Taman di kawasan Sine Ngawi. Di desa itu, Ki Joko Budug singgah di rumah Mbok Rondo Dadapan. Tak jauh dari permukiman itu terdapat Kerajaan Pohan.
Saat itu musim kemarau datang. Pohon Pisang Pupus Cinde Mas kesayangan Raja Kerajaan Pohan layu. Raja kemudian membuat sayembara. Siapa yang bisa mengalirkan air ke pohon Pisang Pisang Cinde Mas, jika laki-laki akan dijadikan menantu, jika perempuan akan dijadikan anak angkat.
Mendengar sayembara itu, Ki Joko Budug meminta izin Mbok Rondo Dadapan untuk mengikutinya. Joko Budug berhasil membuat sebuah tongkat dari dahan pohon kelapa. Tongkat yang diberi nama Luh Gading itu biasa digunakan Budug untuk menggembalakan kambing.
Konon tongkat Luh Gading itu cukup sakti. Tongkat itu bisa digunakan untuk membelah batu. Bahkan, tongkat itu bisa digunakan untuk menumbuhkan mata air.
“Oleh Ki Joko Budug, tongkat itu ditancapkan ke permukaan tanah. Saat tongkat itu dicabut tiba-tiba keluar air yang cukup melimpah dari lubang tanah. Air itu cukup melimpah hingga akhirnya menjadi sebuah telaga yang kemudian dikenal dengan nama Bandoet,” jelas Kepala Desa Sukorejo Sukrisno, awal Juli 2016 lalu.


Aliran air itu lalu mengalir ke Sungai Sawur yang membelah wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak hanya itu, Ki Joko Budug juga mampu membuat terowongan di dalam tanah dengan tangan kosong.
Terowongan itu menghubungkan Kali Sawur dengan taman yang ditanami pohon pisang kesayangan raja itu. Hingga kini, terowongan bawah tanah itu masih bisa dijumpai hingga sekarang. Konon, tongkat Ki Joko Budug itu dikuburkan tak jauh dari Telaga Bandoet.

Friday 4 November 2016




Bagi anda yang senang bermain air atau berenang mungkin bisa mencoba tempat yang satu ini, dengan lokasi yang berada di tengah kampung di kawasan hutan karet sehingga memiliki suasana yang berbeda dari kebanyakan waterboom. Tempat ini bisa menjadi alternatif tujuan wisata keluarga khususnya di sekitaran wilayah karanganyar bagian timur laut yang berbatasan langsung dengan kabupaten sragen. Waterboom Tirta Guwo Indah namanya, beralamat di Kampung Guworejo, Desa Sumberejo, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Tirta Guwo Indah menempati lahan yang cukup luas kurang lebih hampir 2000 meter  persegi dengan posisi di lereng bukit sehingga bisa melihat sebagian lereng gunung lawu. Lokasi Tirta Guwo Indah sekitar 25 km dari pusat kota karanganyar, dengan rute Karanganyar kota ke timur, sampai simpang lima bejen ambil arah menuju Kecamatan Mojogedang, sampai menemukan Terminal Batu Jamus (pasar batu jamus).  Dari Terminal Batu Jamus ambil ke kanan menuju kota Kecamatan Kerjo kemudian belok kiri menuju Desa Sambirejo, diperlukan waktu sekitar 10 menit dari Terminal Batu Jamus  sampai ke lokasi Tirta Guwo Indah.
  
Tirta Guwo Indah merupakan milik pribadi seorang pengusaha setempat, dengan 3 buah kolam yang terdiri dari kolam untuk anak-anak, waterboom, dan kolam renang dewasa. Di sebelah kanan terdapat taman yang cukup unik, berada di tepi sebuah sungai dengan dilengkapi miniatur Grojogan Sewu buatan dengan akses jalan melalui tangga menuruni lereng tebing di sebelah kanan kolam renang dewasa. Sewaktu menuruni tangga menuju taman ini akan dijumpai sebuah gua buatan di sebelah kiri dan bisa digunakan sebagai tempat istirahat yang dilengkapi dengan sehelai tikar sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan yang cukup eksotis dari lereng tebing.
 Tirta Guwa Indah juga memiliki sanggar aerobic dengan nama Wien’s Aerobic yang bisa menjadi alternatif olahraga selain berenang. Untuk fasilitas lainnya seperti “perosotan” dengan ketinggian 10 meter dan juga ember tumpah. Beberapa toilet, tempat bilas dan kamar mandi dapat ditemukan tepat di bawah menara perosotan. Di bagian depan setelah pintu masuk terdapat bangunan utama 2 lantai yang merupakan kantor dan ruang aerobic serta sebuah kantin yang menjual aneka minuman dan makanan, serta persewaan pelampung. Di sebelah kolam renang anak-anak terdapat semacam panggung musik mini lengkap dengan alat musik dan sound system dengan nama “Sogol Music”. Fasilitas tempat parkir baik sepeda motor maupun mobil berada di depan dengan lahan yang cukup luas dan beberapa petugas parkir yang siap membantu.

Ayo jelajah karanganyar ….

Thursday 3 November 2016

Taman Hutan Raya (Tahura) KGPAA Mangkunegoro I. Terletak di lereng Gunung Lawu, tepatnya di kompleks belakang Candi Sukuh, Desa Berjo, Ngargoyoso Karanganyar, fasilitas yang dikelola Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan (BPTP) Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah ini menawarkan pesona tersebut di lahan seluas 231,3 hektare. Pengunjung dapat memanfaatkan area alami yang terkemas kegiatan perkemahan, wisata jalan kaki, bermain di air terjun Parangijo dan meneliti ragam satwa dan hutan alam.
“Di area hutan yang dikelola ini hidup 42 jenis burung. Termasuk elang jawa. Kemudian 52 koleksi pohon. Jadi, anak-anak kita tidak perlu jauh mengenal alam dan ragam flora-fauna, cukup di Tahura saja,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Bowo Suryoko kepada KR saat meresmikan HUT ke-15 Tahura KGPAA Mangkunegoro I.
Untuk mencapai Tahura yang terkenal dengan pesona Candi Cetho-Sukuh dapat ditempuh perjalanan berjarak sekitar 36 kilometer dari Solo ke arah Tawangmangu. Pengelola menyediakan fasilitas di bumi perkemahan berdaya tampung 250 orang, berupa peralatan camping dan MCK. Menariknya, beberapa obyek wisata di tahura ini terhubung jalan setapak sepanjang 570 meter bermaterial gicok/batu blondos. Selain jalan gicok juga terdapat jalur tracking khusus bagi pengunjung yang menyukai tantangan lintas alam sepanjang 5 kilometer.
Tata kelola wahana konservasi alam ini melibatkan masyarakat selaku personel perawatan dan pemanfaatan. Tercatat, 300 warga di sekitar tahura memanfaatkan rumput di area tersebut sebagai pakan ternak. Sebagai timbal baliknya, mereka bertugas menjaga tahura dari pembalakan liar maupun kebakaran hutan.
Surga yang Tersembunyi
Berlibur menghabiskan waktu untuk melepaskan kepenatan setelah sepekan beraktifitas, tak harus berkunjung ke pusat berbelanja mewah atau pergi ketempat hiburan mewah lainnya yang bisa menguras isi dompet anda.
Namun hanya cukup mengeluarkan uang sebesar Rp 5 ribu saja, anda bisa menghirup udara segar pegunungan sekaligus berwisata berkelilling di sekitar candi yang terletak di bawah kaki Gunung Lawu.

Ya, memang benar potensi wisata alam yang ada di bawah kaki Gunung Lawu, tepatnya di Kabupaten Karanganyar ini memang memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Tak hanya udara segar ciri khas daerah pegunungan masih bisa di rasakan, di bawah lereng gunung Lawu juga terdapat hutan yang asri dan rimbun serta hewan-hewan seperti kera masih bebas berkiaran bergantungan di rindangnya pepohonan.
Itulah Taman Hutan Raya (Tahura) peninggalan K.G.P.A.A.Mangkunagoro I. Letaknya tepat dibelakang candi eskotik yang sudah mendunia yakni Candi Sukuh. Berlokasi di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Luas lahan Taman Hutan Rakyat (Tahura) ini sendiri yaitu sekitar sekitar 231 hektare.
Di Tahura inilah, wisatawan bisa berinteraksi langsung dengan alam. Dari Tahura ini juga, bila cuaca cerah, wisatawan bisa dengan mata telanjang tanpa menggunakan teropong, sangat leluasa melihat Kota Solo serta kota lainnya dari atas Gunung.

Tuesday 1 November 2016


Bagi yang memiliki minat dan ketertarikan berwisata spiritual Tirta Yatra, yaitu melakukan perjalanan napak tilas persembahyangan mengunjungi pura-pura, baik yang berada di daratan pulau bali ataupun di nusantara, pastilah mengenal Pura Patilesan (peristirahatan) Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan, yang lebih di kenal sebagai Pura Pasek dan merupakan induk dari Pura Pasek yang ada di daratan Bali. Pura ini terletak di desa Pasekan Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, Indonesia. Kira-kira 35 km sebelah timur kota Solo, satu jam perjalanan ditempuh dengan kendaraan. Letaknya yang tidak jauh dari obyek wisata Tawangmangu, di kaki gunung Lawu membuat pura Pemacekan yang dikelilingi alam nan hijau menjadi semakin sejuk.
Menengok kembali sejarah jaman dulu, pada awalnya bangunan ini memang merupakan tempat peribadatan umat Hindu yang berupa punden atau candi atau pura. Sebagaimana masyarakat Jawa pada zaman dulu memang banyak sekali penganut Hindu, tak terkecuali di wilayah Karangpandan ini. Hal ini terbukti ditemukannya bangunan Hindu di daerah sekitar tak jauh dari pura Pemacekan semisal Candi Sukuh, Candi Cetho, dll. Namun seiring berjalannya waktu, dengan terjadinya akulturasi kebudayaan antara penganut agama lain, penganut Hindu di sekitar pura menjadi semakin sedikit, meski dalam catatan sejarah, bangunan yang memiliki dominasi warna kuning dan merah ini pernah di bangun menjadi lebih megah dan mewah pada masa Pakoe Boewono XII.  Keterlibatan raja dari Keraton Surakarta dalam pembangunan kembali Pura Pemacekan (Pura Pasek) ini adalah cukup beralasan, karena bila di lihat dari silsilah vertikal raja-raja yang yang terpampang di dinding bangunan Pura Pemacekan itu, di mulai dari kerajaan Singosari dimasa pemerintahan Ken Arok hingga raja Surakarta yang sekarang adalah masih memiliki ikatan darah persaudaraan dengan Ki Ageng Pasek atau di kenal dengan nama Pangeran Arya Kusuma ini karena merupakan salah seorang menantu Pangeran Brawijaya V (raja terakhir dari kerajaan Majapahit), yang patilesannya terdapat di dalam bangunan Pura Pasek ini. Ki Ageng Pasek yang dikenal sebagai Arya Kusuma juga adalah seorang senopati kerajaan yang memiliki keahlian khusus, penunggang kuda saat berperang. Hingga meninggalnya dan kemudian dimakamkan di desa Pasek, Kecamatan Karangpandan, kabupaten Karanganyar, yang saat ini tepat di petilesannya didirikan Pura Pemacekan (Pura Pasek).

Piodalan di pura Pemacekan ini biasanya diselenggarakan setiap tujuh bulan saat bulan purnamasidi atau bertepatan dengan pengetan weton dari Ki Ageng Pasek yang mana Upacara Piodalan ini selain di rayakan oleh para pengempon Pura umat Hindu di karanganyar serta daerah Solo dan sekitarnya yang khususnya bermarga Pasek juga dihadiri oleh ratusan warga Hindu Bali dari marga Pasek juga.  Salah seorang Pengempon Pura Pasek ini adalah juga warga dari Desa Kemoning Klungkung yang berdomisili di Solo, yaitu bapak Nyoman Nasa, dalam menjalani masa-masa pension beliau, selalu mengabdikan hari-harinya merawat Pura Pasek ini.
Menghubungkan cerita Pura Pasek yang ada di tanah Jawi ini dengan issue-issue yang berkembang belakangan ini di daratan bali, dimana seiring dengan berjalannya waktu dan semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat di Bali, akhirnya menumbuhkan keingintahuan untuk menelusuri lebih jauh tentang asal-usul  nenek moyang atau leluhur keluarga mereka, yang di mulai tidak hanya ketika leluhur mereka berdomisili di balidwipa (pulau bali), melainkan di telusuri lebih jauh ketika nenek moyang mereka masih berdomisili di jawadwipa (pulau jawa) ketika kerajaan majapahit masih mengalami masa kejayaannya. penelitian oleh setiap individu mengenai silsilah keluarga / kelompok ini kemudian di tuliskan kedalam suatu babad, sehingga akhirnya di Bali saat ini dikenal berbagai macam Babad.
Lebih lanjut, menelusuri silsilah keluarga sedari nenek moyang baik dengan pergi ke tanah jawi atau melalui membaca babad yang di tulis orang lain, di bali saat ini sepertinya sedang menjadi trend. Salahkah kegiatan mereka ini, tentu tidak. kegiatan untuk mengetahui silsilah keluarga leluhur mereka, disamping akan menambah wawasan dari setiap pembacanya, membaca babad ini juga di khawatirkan sebagian orang akan memisahkan masyarakat bali menjadi kelompok-kelompok (soroh / clan) karena menemukan silsilah dirinya dalam babad.  kekhawatiran yang berlebihan ini mungkin masih dianggap wajar, hal ini untuk menghindarkan terulangnya fenomena masyarakat bali dari penafsiran yang berbeda-beda akan suatu konsep kehidupan bermasyarakat. sebagai contoh penafsiran akan keberadaan sistem wangsa di dalam kehidupan sosial kemasyarakat umat Hindu di Bali. dimana kalau menurut Manawa Dharmasastra, sistem wangsa dalam masyarakat Bali bukanlah untuk menentukan stratifikasi sosial paradigma tinggi-rendah (tidak setara antara wangsa yang satu dengan wangsa yang lainnya). Wangsa itu tidak menentukan seseorang itu Brahmana, Ksatria, Waisya maupun Sudra, melainkan sistem wangsa itu di buat untuk menentukan keakraban atau kerukunan famili, dan bukan untuk menentukan kasta atau varna seseorang. kita harapkan semoga masyarakat bali tidak terjerumus akan pemahaman yang sempit akan Babad ini. Kembali ke topik Babad, untuk apa sesungguhnya fungsi keberadaan Babad itu atau untuk apa Babad itu di tulis?  pada prinsipnya Babad itu adalah sejarah. Babad atau sejarah di tulis untuk melihat perjalanan sebuah peradaban. Dari penulisan ini kita menjadi tahu, siapa tokoh yang memainkan peran dalam peradaban itu.
Mengambil contoh dari salah satu Babad diatas yaitu Babad Pasek, umat Hindu dari seluruh pelosok daratan Bali yang bermarga Pasek, belakangan ini tidak hanya melakukan Tirta Yatra persembahyangan bersama ke Pura Dasar Gelgel Klungkung yang di yakininya sebagai induknya Pura Pasek di Bali , melainkan juga melakukan Tirta Yatra persembahyangan bersama ke Pura Patilesan (peristirahatan) Ki Ageng Pemacekan yang oleh masyarakat Bali di yakininya sebagai induknya Pura Pasek – pura Pasek yang ada di Bali,  dan belakangan ini selalu menunjukkan statistik yang kian terus meningkat bila di lihat dari jumlah kendaraan bis rombongan dari bali.
Akhir kata, seandainya ada pembaca artikel ini yang bermarga Pasek yang tertarik untuk melakukan wisata spiritual Tirta Yatra ke Pura Pasek yang ada di Jawa ini, berikut alamat detailnya: Pura Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan, desa Pasekan Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah.

Tuesday 30 August 2016

Sekaten adalah festival rakyat tahunan yang diadakan pada tiap tanggal lima pada bulan Jawa Mulud  yakni bulan yang ketiga, sesuai dengan sistem kalender Jawa. Festival Sekaten Solo didedikasikan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Festival ini dimulai ketika dua gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari mulai dikumandangkan untuk gending ( komposisi musik Jawa) Rambu dan Rangkur. Berdasarkan sejarah, gending ini diciptakan oleh Wali Sanga di abad ke-15 untuk menarik orang-orang dalam penyebaran Islam. Untuk menarik perhatian orang, gamelan yang dibuat ulang dengan ukuran lebih besara agar suara berkumandang lebih keras agar menjangkau  orang-orang lebih jauh.

Sekaten berasal dari kata syahadatain atau syahadat. Syahadatain adalah dua kalimat yang diucapkan seseorang ketika akan memeluk agama Islam. Kalimat pertama adalah pengakuan kepada Allah yang dilambangkan dengan Gamelan Kyai Guntur Madu, sedangkan kalimat kedua  adalah pengakuan bahwa Muhammad SAW sebagai utusan Allah dilambangkan dengan Gamelan Kyai Guntur Sari. Pada masanya, Wali Sanga mendakwahkan Islam selama tujuh hari berturut-turut (Malam Sekaten) dengan latar gending gamelan.
Sekarang ini, selain untuk mempertahankan budaya Jawa, Sekaten juga bertujuan untuk memenuhi sektor ekonomi dan pariwisata di area Solo. Beberapa ritual atau yang biasa dikenal sebagai Grebeg Mauludan masih dilestarikan sebagai tradisi dan daya tarik untuk menarik perhatian para wisatawan.

Klenteng Tri Dharma Avalokitesvara Surakarta itu di bangun mulai sebagai bagian dari infrastruktur pada masa perpindahan Kraton Surakarta Hadiningrat dari Kartasura ke Ponorogo dan kemudian ke desa Sala pada tahun 1745. Bangunan ini sudah berusia lebih dari 200 tahun.
Tempat yang sakral ini sampai sekarang masih tegak berdiri di tengah keramaian daerah China di pusat Kota Solo. Tepat di seberang jalan sudah kelihatan pintu utama Pasar Gede Solo, pasar tradisional terbesar dan kemungkinan juga tertua dengan segala keramaiannya.
Sampai saat ini pula bangunan china ini masih menyisakan keindahan darimasa lalunya. Wakil pengurus kelenteng, mengatakan betapa mengagumkannya tempat persembahayangan disini. Selain untuk beribadah juga dapat dinikmati keindahan seni ukiran yang ada di dalam. Sederetan ukiran-ukiran indah ditiang-tiang penyangga atap kelenteng, ukiran-ukiran kayu memang indah. Paparan keindahan ini tampak begitu nyata jika dilihat dari dekat.


Di Altar utama yang merupakan Tuan/Nyonya rumah adalah altar Bodhisattva Avalokitesvara, Guan Shi Yin Pu Sa yang oleh penganut San Jiao atau Tri Dharma lebih dikenal sebagai Makco Guan Yin atau Kwan Im dalam dialek Hokkian. Makco Guan Yin yang duduk di altar utama ini adlaah Guan Yin yang dalam perwujudannya sebagai Shi Zi Wu Wei Guan Shi Yin. Perwujudan Avalokitesvara Simhananda adalah salah satu diantara 15 perwujudan utama, diluar 33 perwujudan dari sang Avalokiesvara. Biasanya avalokitesvara Simhananda digambarkan duduk diatas seekor singa atau di atas sebuah singgasana.

Apabila Sin Bing di Altar Utama berasal dari unsur Buddhisme nama dari Kelenteng itu dalam Bahasa Hokkian berakhir dengan Sie, seperti halnya Kelenteng Tien Kok Sie. Apabila Sin Bing di Altar Utama berasal dari unsur Taoisme  nama Kelenteng biasanya berakhir dengan Kiong  seperti Kelenteng Poo An Kiong di Coyudan Solo yang Altar Utama nya adalah Mahadewa Kong Tek Cun Ong  sang Mahadewa Pengusir Kejahatan dalam Daoisme/Taoisme yang berkedudukan sangat tinggi dalam strata kedewaan Daoisme/Taoisme. Sedang Kelenteng Dewa Bumi  Fu De Zheng Shen – yang lebih sering dikenal sebagai Kongco Hok Tek Cing Sin  namanya dalam dialek Hokkian  biasanya disebut sebagai Hok Tek Bio. Bio merupakan nama Kelenteng secara umum atau sebuah Kelenteng yang besar.
Di sinilah terlihat betapa sistim keagamaan Tiongkok adalah suatu sistim keagamaan yang sungguh pluralis dan sinkretis satu sistim yang menampung dan memberi tempat untuk semuanya. Tiga menyatu di dalam Satu. Tri Dharma. San Jiao. Ini sesungguhnya adalah suatu sistim keagamaan yang sangat bagus, asalkan dipahami secara tepat dan benar.

Nah, setelah memahami keindahan yang dimiliki bangunan bersejarah terhadap tempat persembahayangan keturunan china ini bukankah menambah rasa penasaran anda untuk datang kesana sendiri dan membuktikannya kan ? Cukup datang ke pasar gede surakarta, dia ada di sebelah selatannya.

Saturday 27 August 2016

Sahabat travelers, kalau mendengar istilah lembah hijau apa yang ada difikiran anda ? pasti anda membayangkan sebuah lembah yang luas dengan selurhnya dipenuhi dengan rumput hijau membentang kan. Namun, jika pada kenyataannya berbeda bagaimana ? hehehe Karena pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin berbagi tempat referensi travel baru buat anda kunjungi yaitu di Karanganyar, tepatnya adalah sebelah timur kota Solo.
Agrowisata lembah hijau jaten karanganyar adalah tempat yang saya maksud, sebelum datang ke lembah hijau jaten, saya berfikir bahwa tempat yang akan saya kunjungi ini adalah sebuah lembah dengan pemandangan rumput hijau membentang, tapi ketia saya melihatnya benar-benar berbeda dari apa yang sudah saya pikirkan tadi. Ternyata ini adalah agrowisata yang terdapat berbagai macam fasilitas untuk dinikmati oleh para pengunjung yang datang.
 
Disini banyak sekali fasilitas dan kegiatan yang ditawarkan ke pengunjung misalnya saja ; kita bisa belajar menanam berbagai macam jenis pohon dan tanaman yang kita suka, kita bisa merawat tanaman dengan memberinya pupuk, bahkan kita juga bisa membuat langsung pupuk yang organik, selain itu juga ada peternakan dimana kita bisa belajar beternak dan yang paling asyik adalah kita bisa memeras susu sapi perah disini. Tentunya semua kegiatan tersebut tidak gratis dong ya,, harus berani merogoh kocek, banyak siswa dari sekolah-sekolah melakukan outing class disini.
Jika anda sudah mulai lelah dnegan semua kegiatan yang telah dilakuakan, mulai dari menanam tanaman, berkebun, membuat pupuk dan beternak anda bisa singgah di cafetaria yang sudah disediakan oleh pihak pengelola. Menarik bukan ? ini ceritaku mana ceritamu, buruan ikuti jejak travel kamu selanjutnya dan share pengalaman mu dari Kota Solo.

Thursday 28 July 2016

Arung jeram mini atau tubing dibuka di Sungai Sawur yang memisahkan wilayah Sragen Jawa Tengah dengan Ngawi Jawa Timur. Wahana ini dibuka oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Deworejo di Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Sragen.
“Wahana tubing ini sudah disiapkan sejak pertengahan tahun lalu. Kami sudah menguji coba berulang kali dan cukup aman. Setiap peserta wajib mengenakan alat pengaman seperti helm, deker di siku tangan dan lutut, serta pelampung,” kata Ketua Pokdarwis Deworejo Sukamto kepada Koran Solo.
Pengamatan Koran Solo di lokasi, Senin (28/3), arus sungai mengalir di antara bebatuan. Sungai Sawur berhulu di Umbul Sares di Desa Wonosari, Sine, Ngawi, yang berada di lereng Gunung Lawu. Lantaran berasal dari air umbul, kemurnian air masih terjaga. Letaknya yang berada di daerah pedalaman yang berjarak sekitar 20 km dari Kota Sragen membuatnya aman dari limbah pabrik atau rumah tangga. Air dari Sungai Sawur mengalir hingga Sungai Bengawan Solo di Mantingan, Ngawi.
Wahana tubing ini belum banyak diketahui orang. Permainan arung jeram mini itu baru dibuka jika ada pendaftar minimal 15 orang dewasa atau 30 anak-anak. Kebetulan saat Koran Solo tiba di lokasi, suasana Sungai Sawur relatif sepi karena wahana tubing itu belum banyak diketahui orang. ”Sekarang kami masih menggencarkan promosi. Hingga kini, kami baru melayani tiga kelompok tamu. Selama belum ada peminat, kami off,” papar Sukamto.
 Saat ini terdapat 14 unit ban yang bisa digunakan untuk tubing. Saat digunakan, masing-masing ban bisa dikaitkan dengan carabiner supaya tidak terpisah. Wahana tubing itu dipandu oleh instruktur yang sudah berpengalaman. Wahana tubing ini mengambil start di Telaga Bandut dan finis di Dusun Sawur tepatnya di Jembatan Sawur dengan jarak sekitar 3 km. ”Jarak itu bisa ditempuh sekitar 1 jam. Setelah puas mengikuti tubing, peserta bisa naik bendi untuk kembali ke lokasi start,” terang Kepala Desa Sukorejo Sukrisno.
Sukrisno menjelaskan air di Sungai Sawur tidak pernah habis. Air di sungai itu tetap mengalir meski debitnya menyusut saat kemarau. Sungai ini bisa digunakan untuk arena tubing kapan saja. ”Bedanya, kalau dilakukan saat musim kemarau, kendalanya banyak batu yang menjadi penghambat. Kalau musim hujan, debitnya bisa naik. Kalau banjir, kami tidak menyarankan untuk dibuka,” papar Sukrisno.
Sukrisno mengakui wahana tubing di Sungai Sawur itu belum didukung dengan infrastruktur yang memadai. Dia berencana mengajukan anggaran senilai Rp300 juta untuk memperbaiki akses jalan. ”Tahun ini sudah kami anggarkan dana senilai Rp10 juta dari APB Desa. Dana itu bisa digunakan untuk menambah fasilitas ban,” terang Sukrisno. (Moh. Khodiq Duhri)

Wednesday 1 June 2016

Senatah Adventure selain menjadi magnet bagi wisatawan lokal di Kabupaten Karanganyar ternyata juga mampu menyedot lebih dari 20% dari luar seperti Surakarta,Sragen,Sukoharjo,Wonogiri dan dari propinsi jawa timur seperti magetan,ngawi dan madiun.Wisatawan kota Karanganyar. Angka tersebut terus berkembang mulai tahun 2010 sampai sekarang di tahun 2016.Sejalan dengan perkembangan jumlah kunjungan wisatawan di Senatah Adventure maka sekarang banyak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai petani sayur dan pedagang yang ada di Dusun Gadungan,Girimulyo,Ngargoyoso.
Wisata minat khusus bagi yang suka tantangan dan mencari kepuasan hati dalam berwisata alam di alam bebas mampir di senatah adventure.
Wisata Arung Jeram Mini di Sungai Senatah Dusun Gadungan, Girimulyo, Ngargoyoso, Kab.Karanganyar
Tubing atau arung jeram mini adalah salah satu bentuk kegiatan petualangan di alam terbuka. Dalam melakukan kegiatan ini sungai yang berjeram menjadi media utama dan Ban karet bekas Bus dan Truk tronton,dan,pelampung,pengaman kaki dan lutut serta helm merupakan alat yang dipakai untuk mengarungi sungai tersebut.
Senatah River Community merupakan satu-satunya pengelola wisata Tubing yang beroperasional di Sungai Senatah Dusun Gadungan,Girimulyo, Kec.Ngargoyoso, Kab. Karanganyar, yang sudah menerapkan Standart Operational Procedure (SOP) Arung Jeram.

 
Mempromosikan Wisata Alam Tubing Di Dusun Gadungan
Wisata alam Tubing di Senatah Adventure, Kabupaten Karanganyar memang perlu dipromosikan. Bagi anda yang mencari wisata alam murah, menarik, serta suasana alam yang masih begitu asri dan alami. Tubing di Senatah Adventure adalah tempat yang harus anda datangi,yang merupakan tempat wisata alam Arung Jeram mini yang berada di sungai Senatah yang bertempat di dusun Gadungan, Desa Girimulyo, Kecamatan Ngargoyoso, Kaupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Tubing di Senatah Adventure menawarkan wisata alam bagi anda orang-orang yang suka dengan tantangan. Arus air yang lumayan deras dengan medan
yang cukup berliku-liku serta memiliki banyak jeram dan dijamin pasti akan menumbuhkan adrenalin bagi pengunjung.
 Tidak Cuma itu, yang paling menarik Tubing di Senatah Adventure ini mempunyai 4 level antara lain:
Level 1: panjang 800 meter untuk semua kalangan dari anak TK sampai Dewasa.
Level 2: panjang 3 kilo khusus dewasa durasi 40 menit sampai 1 jam.
Level 3: panjang 8 kilo khusus dewasa durasi 2-3 jam.                                             
Level 4: panjang 13 kilo khusus dewas durasi 4-5 jam.
Meskipun demikian, selain memiliki pemandangan alam yang eksotis dan masih sangat alami, pemandangan di sepanjang jalan menuju ketempat wisata alam arung jeram mini/ Tubing ini juga tak kalah menarik. Perkebunan karet dan kebun teh disepanjang kanan-kiri jalan menuju ke area wisata Tubing di Senatah Adventure menambah keindahan dan keasrian alam disekitar tempat wisata ini. Pengunjung yang datang dapat menikmati udara segar dan nuansa alam perbukitan. Jalan utamanya juga halus. Yang perlu mendapat perhatian dari wisata alam Tubing di Senatah Adventure ini adalah nama sungai yang menjadi tempat untuk melakukan arung jeram, yaitu sungai Senatah yang mempunyai nilai sejarah bagi dusun Gadungan itu sendiri antara candi sukuh dan kerajaan majapahit serta semuanya di lakukan oleh sekelompok anak-anak kampung yang mempunyai visi dan misi membangun kampung menjadi kampung wisata  yang mandiri dan lestari dengan memanfaatkan potensi alam yang ada di dusun Gadungan, kelurahan Girimulyo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Friday 27 May 2016

Wisata Candi Cetho Karanganyar dan Sisi Romantisnya, Tempat Wisata Terindah - Indonesia atau pada zaman Majapahit disebut dengan Nusantara merupakan wilayah yang dahulu ditempat masyarakat dengan mayoritas agama Hindu, Budha serta Animisme dan Dinamisme. Oleh karena itu di beberapa wilayah di Indonesia banyak terdapat peninggalan sejarah berupa candi. Candi yang begitu terkenal sampai ke mancanegara diantaranya adalah Candi Borobudur serta Candi Prambanan. Namun tiak hanya itu di wilayah lain di Indonesia juga terdapat peninggalan candi namun tidak setenar Candi Borobudur. Salah satu peninggalan candi yang belum begitu terkenal di Nusantara adalah Candi Cetho dan Candi Sukuh di Kabupate Karanganyar Jawa Tengah. Kedua Candi ini berdekatan serta memiliki keindahan yang cukup menarik. Candi Cetho di Karanganyar merupakan salah satu candi peninggalan agama Hindu yang diperkirakan dibangun pada akhir pemerintahan kerajaan Majapahit.
 

Lokasi Obyek Wisata Candi Cetho Karanganyar

Destinasi Wisata Candi Cetho terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Apabila anda menggunakan GPS maka anda dapat menemukan lokasi Candi Cetho di koordinat Koordinat GPS: 7° 35' 30.22" S, +111° 9' 19.87" E . Lokasi ini terlatak di lereng Gunung Lawu serta memiliki ketiggian 1.496 mdpl. Jika anda ingin mendatangi tempat wisata di Karanganyar ini anda dapat melalui jalur Solo-Karanganyar-Tawangmangu. Sebelum sampai Twangmangu, anda dapat melihat tanda peringatan menuju Candi Cetho. Jika melihat tanda ini anda langsung saja belok kiri dan menyusuri jalan utama yang ada. Nanti sepanjang perjalanan anda akan disuguhkan dengan pemandangan berupa kebun teh Kemuning yang sangat asri dan tampak hijau. Akses jalan menuju Candi Cetho ini sudah cukup bagus namun anda harus berhati-hati karena jalan yang relatif naik turun serta berkelok kelok.


Romantisme Wisata Candi Cetho Karanganyar

Lokasi wisata Candi Cetho ini memang memiliki sisi romantis tersendiri di bandingkan tempat lain di karanganyar. Dari akses jalannya saja sudah cukup menarik, yaitu dengan pemandangan berupa kebun teh yang menyerupai pemandangan di Puncak Bogor. Tempat dibangunnya Candi Cetho berada di atas perbukitan, sehingga untuk menjangkaunya perlu perjuangan tersendiri. Mobil atau sepeda motor yang anda gunakan harus prima, jika tidak bisa jadi malah gak kuat. Namun disisi lain apabila anda sudah sampai di atas candi, pemandangannya sungguh luar biasa. Tak salah apabila setiap hari banyak pasangan yang berpacaran di tempat ini. Pada saat-saat tertentu Candi Cetho ini diselimuti kabut, sehingga menambah kesan dramatis dari tempat ini. Suasana yang sejuk membuat kita yang berada di sana akan betah dan tak ingin pulang. 
 

Sejarah Wisata Candi Cetho Karanganyar

Seperti telah kami ungkapkan di awal bahwa Candi Cetho ini merupakan peninggalan agama Hindu. Sampai saat ini pada saat-saat tertentu di lokasi Candi Cetho dilaksanakan ibadah agama Hindu. Maka jangan heran apabila anda menemukan beberapa sesajen yang masih tersisa di sudut-sudut tempat ini. Candi Cetho pertama kali ditemukan oleh seorang berkebangsaan Belanda yaitu Van de Vlies pada tahun 1842. Awalnya pada saat ditemukan kondisi candi ini tidak seperti sekarang, namun hanya berupa reruntuhan batu yang terdapat di 14 teras. Pada tahun 1970 dilakukan pemugaran oleh Humardani, seorang asisten pribadi Presiden Soeharto.Pada saat pemugaran itu dibangun gapura dan balai yang dikemudian hari diprotes ahli arkeologi karena tidak sesuai dengan kaidah pemugaran. Namun nyatanya sampai saat ini tidak ada yang meruntuhkan gapura itu. Justru dengan adanya gapura itu serta bale-bale nya dapat membuat suasana menjadi lebih indah. Berdasarka penelitian para ahli, Candi Cetho diperkirakan dibangun pada 1451-1470 sekitar Pemerintahan Raja Brawijaya V di Majapahit. Tujuan pembuatan candi ini diperkirakan adalah untuk tujuan ruwatan, jarena pada waktu itu banyak terjadi kekacauan

Tiket masuk Tempat Wisata Candi Cetho

Untuk masuk ke candi ini kita hanya mengeluarkan dana sekitar 3000 rupiah dan untuk wisatawan mancanegara sebesar 10.000 rupiah. Jangan lupa kunjungi Tempat Wisata unggulan di Karanganyar yang lainnya ya.

Tuesday 24 May 2016

Tempat Wisata di Boyolali yang Perlu Anda Tahu, Tempat Wisata Terindah - Boyolali merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah. Kabupaten ini dahulu tergabung dalam karesidenan Surakarta atau Solo. Lokasi Kabupaten Boyolali juga berdekatan dengan Kota Solo, yaitu sebelah Utara Kota Solo ke arah Semarang. Boyolali dikenal oleh masyarakat Jawa Tengah sebagai penghasil susu sapi. Di kabupaten ini banyak ditemukan peternak susu yang memproduksi susu sapi yang banyak dimanfaatkan oleh perusahaan pembuat susu. Selain dijual ke perusahaan susu, biasanya ada juga yang dijual langsung ke konsumen sebagai susu segar atau dijajakan di pinggir jalan dengan ditambah aneka rasa.
Kabupaten Boyolali Jawa Tengah sebenarnya memiliki potensi pariwisata yang cukup banyak, namun memang keberadaannya kurang terekspos sehingga kurang diminati oleh wisatawan. Hal itu menyebabkan pengunjung tempat wsiata di Kabupaten Boyolali didominasi oleh wisatawan lokal saja.
Bendungan Sidorejo. Bendungan Sidorejo ini terdapat di Desa Ngleses, Sidorejo, Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali. Bendungan ini juga difungsikan sebagai sarana irigasi, namun karena pemandangannya yang indah anda dapat merencanakan liburan anda untuk berkunjung di tempat ini. Bendungan Sidorejo ini merupakan sebuah tempat wisata yang tersembunyi di Boyolali. Akses lokasi wista ini agak jauh dari jalan raya, sehingga sehari-hari bendungan ini cenderung sepi pengunjung.
Waduk yang diresmikan oleh Presiden Indonesia kedua, H.M. Soeharto pada tanggal 18 Mei 1991 terletak di Desa Bade Kecamatan Klego Kab. Boyolali. Waduk ini lokasinya berada di sebelah utara Kab Boyolali yang berjarak kuran lebih 50 KM dari pusat kota Boyolali. Untuk mencapai lokasi waduk dari arah Barat bisa dtempuh dengan kendaraan pribadi atau Bus dengan menempuh rute Karanggede Gemolong berjarak kurang lebih 10 KM dari Kec. Karanggedhe dengan jarak tempuh kurang lebih 10 menit. Dari jalur Timur setelah pertigaan perlintasan rel Kereta Api desa Gemolong berjarak kurang lebih 15 KM.
Waduk Bade dibuat untuk menampung debit air untuk keperluan irigasi pada saat musim kemarau. Luas wilayah waduk menccapai 97,5 hektar dengan luas genangan air mencapai 68,5 hektar. Pada saat musim puncak hujan volume air yang dapat ditampung waduk Bade mencapai 2,7 juta meter kubik dengan ketinggian air mencapai 8 M. Karena waduk ini hanya menampung air hujan pada saat mencapai musim kemarau debit air pernah hanya tersisa 10% saja dengan ketinggian air hanya mencapai 1,5 meter. 

Untuk titik Spot A dari jalan raya Kranggedhe - Gemolong masuk kurang lebih bverjarak 10 M, pertigaan pertama ambil jalur kanan atau arah ke pemakaman umum, sampai di pintu masuk makam silahkan ambil jalur kiri atau mendekati pinggir waduk. Jika pada puncak musim puncak penghujan debit air penuh maka air akan sampai di pinggir tepat di bawah pepohonan, spot ini sangat cocok karena selain teduh juga tidak perlu repot jalan kaki. Dari spot ini Anda dapat menggunakan teknik mancing dengan pelampung dengan umpan lumut
Lokasi spot B adalah sepajang pinggir waduk membentang dari utara hingga selatan, karena lokasi Bendungan maka kontur tanahnya sedikit miring dengan kedalaman puncak mencapai 8 M, untuk menuju spot mancing titik B dikenakan tarif biaya masuk sebesar Rp. 2000. Karena struktur tanah dibawah Bendungan sudah rata tanpa penghalang tanaman spot bendungan cocok untuk teknik lempar dasaran dengan umpan cacing, namun sayangnya teknik ini sering terhalang oleh banyaknya warga sekitar waduk Bade yang menggunakan jala untuk menagkap ikan dan udang. Sebelum menggunakan teknik lempar dasaran ada baiknya melihat terlebih dahulu apakah ada jaring.
Jika Anda ingin mencoba mancing di tengah bisa menyewa perahu, ongkos sewa dahulu sekitar Rp. 10.000 ( harga tahun 2006), di spot mancing B memang sengaja diperuntukkan untuk objek wisata sehingga fasilitas pendukung untuk rekreasi seperti Warung makan arau minum banyak dijumpai di sana. Untuk kenyamanan pemancing sepeda motor dapat di parkir tepat di atas pemancing sehingga motor mudah dilihat, jika Anda menggunakan kendaraan roda empat silahkan parkir di dekat warung makan disana disediakan parkir yang luas, kendaraan roda empat tidak bisa masuk lokasi bendungan.

Lokasi Spot C hampir sama dengan spot A, bedanya lokasi spot ini cukup lebar, teknik mancing dengan lempar dasar mendukung untuk di coba di sport ini, atau jika Anda ingin mencoba mancing kutuk dengan banyak joran pancing bisa di coba di spot C ini.

Menikmati keindahan waduk cengklik memang sangat nyaman jika kita bisa menikmatinya dengan naik perahu motor dan melaju ke tengah-tengah waduk. Karena ketika kita sampai ditengah kita akan dismabut oleh banyak sekali ikan yang siap diberi makan. Ya ikan-ikan itu adalah milik mereka yang mau membeli karamba disana, kita boleh juga memancing disini namun asal tidak pada batas-batas tertentu.

Waduk Cengklik terletak di Dukuh Tumang Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Boyolali Jawa Tengah. Sangat mudah jika para travelers ingin mendatangi dan menikmati sendiri keindahan yang dipamerkan waduk Cengklik ini. Jika anda dari Solo pergi ke arah barat arah Boyolali, jika anda ingin menggunakan kendaraan umum tidak bisa langsung urun pas didepan waduk, anda bisa naik angkutan jurusan bandara dan berjalan kaki menuju waduk tidak jauh kok.
Nah saat tiba di waduk anda bisa menikmati kesejukan suasana yang ada di sekitarnya sambil duduk-duduk di pinggir. Karena sejauh mata memandang akan ada air dan tanaman enceng gondok di sebagian genangan waduk yang juga menambah pesona keindahan alamnya. Setiap musim hujan air yang membendung sangat berlimpah dan dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk irigasi pertanian mereka, serta mengembangkan benih perikanan. Namun ketika musim kemarau tiba air akan perlahan menyusut.
Anda bisa mengelilingi waduk dengan memanfaatkan perahu motor yang sudah disediakan, hanya dengan membayar Rp. 40.000 untuk sekali jalan dengan kuota 8 orang per perahu motor, anda dapat mengelilingi waduk dengan sangat menyenangkan sambil melepas lelah dan capek di tubuh. Apabila ingin take a rest di bawah pohon di pinggir waduk banyak pohon yang rindang.

Sunday 22 May 2016

TIDAK hanya Kota Surakarta yang mencoba membatik dunia. Sragen pun punya kekayaan tak ternilai ini. Dengan batiknya, Sragen berupaya melukis Nusantara.Seperti apa batik Sragen yang dikenal dengan sebutan Batik Sukowati. Berikut liputan wartawan Koran JITU Totok Jimboeng bersama reporter magang Nonik Retnowati. Lokasi Galeri Batik Sukowati sangat mudah ditemukan. Berada tak jauh dari Komplek Perkantoran Kabupaten Sragen, hanya 50 meter. Alamat tepatnya ada di Jalan Raya Sukowati 300. Untuk mencapai tempat itu dari Kota Surakarta, butuh waktu tak lebih dari satu jam. Sejak lama, masyarakat Sragen merupakan pembelajar batik Surakarta yang pertama. Dengan kreativitas masyarakat ini, Sragen mampu membuat batik dengan ciri khas tersendiri.
Kebanyakan perajin batik berada di daerah sekitar Kecamatan Masaran. Pemkab Sragen menyediakan tempat khusus untuk melestarikan budaya asli Sragen. Produksinya dibuat di Sentra Bisnis Batik Sragen.
Sedangkan hasil produknya digelar di Galeri Batik Sukowati. Nama Sukowati diberikan oleh Bupati Sragen Untung Wiyono karena Sragen identik de ngan nama Sukowati.
Galeri Batik Sukowati menyediakan berbagai macam batik. Batik cap, printing maupun batik tulis dengan aneka motif dan warna. Baik dari tenun tradisional yang mengandalkan tangan manusia maupun tenun mesin. Bisa dipakai pria maupun wanita dan anakanak. Produk yang dijual juga ada beberapa jenis. Seperti sarimbit, sarung, blus, pasmina, syal, kerudung, t-shirt, baju anak, tas, dompet, sandal serta aksesoris.

Ada juga miniatur mobilmobilan dari kayu dan tokek dari kayu. Harga yang ditawarkan variatif, Rp 25 ribu sampai Rp 5 juta. Batik yang har ganya mahal terbuat dari kain sutra yang dipintal dan ditenun secara tradisional. Cara membatiknya juga tradisional. Yakni dengan batik tulis atau canting. Namun, kebanyakan pengunjung lebih memilih batik yang harganya antara Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu. Batik Sukowati memiliki perajin yang menyebar.  Sebab, di galeri tidak memungkinkan memproduksi batik tersebut. Ada tiga wilayah produksi Batik Sukowati. Di Kliwonan, Pilang dan Plupuh, Sragen. Sebanyak tujuh macam batik diproduksi di Kliwonan. Yaitu Batik Brotoseno, Dewi Arum, Sadewa, Melati, Tomy, Purnama, Puntodewo, Rama Mukti dan Batik Windasari. Daerah Pilang ada 14, antara lain Batik Abimanyu, Brotojoyo, Canting Emas, Putri Lestari, Pranoto.
 
Sedangkan di Plupuh memproduksi Batik Widya Kusuma, Sekar Jagad dan Batik Lestari. Perajin ini hanya memroduksi saja.
Desain dan ide pembuatan berasal dari manajemen Batik Sukowati. Pemasaran produknya tidak hanya di daerah Sragen saja. Ada yang sampai Jogja, Bali dan Maluku. Khusus Maluku biasanya hanya bersifat pesanan seragam sekolah.
Batik Sukowati juga sering mengikuti pameran di luar negeri. Misalnya di China, Korea, Si ngapura dan Turki. Baru-baru ini mengikuti pameran di Myanmar. Galeri ini biasanya ramai saat Jumat hingga Minggu, atau di saat ada tamu peme rintah yang berkunjung ke Sragen. Menurut Manajer Batik Sukowati Haryanti, setiap kali ada tamu dari luar maupun dalam Kota Sragen, Untung Wiyono selalu menyempatkan membawa tamunya ke Galeri Batik Sukowati untuk mengenalkan batik asli masyarakat sekitar.
Banyak petinggi negara yang sering datang. “Tidak hanya itu. Ada juga artis, misalnya pembawa acara Bukan Empat Mata di Trans7, Tukul Arwana. Lalu, Putri Indonesia Nadine Chandrawinata.
Artis lawas seperti Rima Melati dan Mediana Hutomo juga pernah ke sini,” imbuh Haryanti.
Komplek Pemakaman Butuh di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, terletak sekitar 16 kilometer dari Ibu Kota Kabupaten Sragen. Suasana di kompleks pemakaman sangat teduh. Sebuah pohon besar berdiri tegak menaungi masjid kecil bercat krem yang cukup terawat. Jalan masuk menuju gerbang pemakaman yang berlapis semen juga rapi dan bersih. Meski demikian, kesan bersahaja tetap tampak jelas.
Di kompleks inilah terletak makam penguasa Keraton Pajang (1550-1582) yang bergelar Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir. Pria yang pada masa kecilnya bernama Mas Karebet ini dikenal sebagai salah satu cikal bakal raja Jawa. Kerajaan yang dipimpinnya adalah embrio kerajaan Mataram yang selanjutnya berkembang lagi menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
       Untuk masuk ke bagian dalam kompleks pemakaman, pengunjung harus melepaskan alas kaki. Di sebelah dalam kompleks pemakaman yang dikelilingi tembok itu terdapat lebih dari 20 pusara. Sembilan pusara di antaranya berada di dalam rumah tua yang ada di dalam kompleks pemakaman. Pusara Joko Tingkir berada pada bagian tengah rumah. Di dalam rumah yang alasnya sudah bertegel itu juga terdapat pusara orangtua Joko Tingkir, yakni Ki Kebo Kenanga dan Nyi Kebo Kenanga.
       Selain pusara, di halaman kompleks pemakaman terdapat kotak kaca yang di dalamnya berisi batang kayu yang sudah kropos. Batang kayu tua ini diyakini pernah dipakai Joko Tingkir pada abad ke-16 saat menuju Butuh melalui Bengawan Solo untuk berguru pada Ki Ageng Butuh. Sama dengan ayah Joko Tingkir, Ki Kebo Kenanga, Ki Ageng Butuh juga berguru pada Syeh Siti Jenar, tokoh sufi yang dihukum mati oleh Wali Songo.
       Perjalanan hidup Joko Tingkir yang pernah menjadi raja menyebabkan makamnya kerap dikunjungi orang, mulai dari rakyat jelata hingga pejabat di daerah maupun di pusat. Bahkan, tidak sedikit orang yang secara khusus bersemadi selama berhari-hari di makam yang dianggap keramat.
       Selain itu, orang sering mendatangi makam tokoh, seperti Joko Tingkir, karena raja dalam tradisi Jawa bukan sembarang orang. Ia harus kejatuhan wahyu kedaton terlebih dahulu.
       Dengan kata lain, seseorang harus mendapat anugerah dari kekuatan adikodrati sebelum menduduki takhta kekuasaan. Lebih dari itu, seorang raja juga harus memiliki kedekatan dengan kekuatan adikodrati.
       Tak mengherankan, kisah raja yang sebelum berkuasa mendapat anugerah adikodrati dan berkemampuan membina hubungan secara kontinu dengan penguasa alam gaib sangat sering didapati dalam legenda raja Jawa.
       SEORANG pemuda asli Kota Solo, Adam (21), mengatakan, ia pernah semadi di makam Joko Tingkir selama dua hari saat usianya masih 17 tahun. Tidak ada keinginan apa pun yang melandasinya untuk nglakoni (laku) di makam Joko Tingkir selain rasa ingin nglakoni itu sendiri. “Waktu itu malam Jumat Kliwon. Saya hanya sanggup semalam,” ujarnya.
       Seorang kerabat dekatnya, menurut Adam, juga pernah melakukan semadi di kompleks pemakaman Joko Tingkir. Berbeda dengan Adam yang hanya bertahan semalam, kerabat dekat Adam ini sanggup hingga sebelas malam berturut-turut. “Orang yang nglakoni di makam Joko Tingkir biasanya memang didorong motivasi yang bermacam-macam,” ujarnya.
       Adam mengaku tidak mau mengharapkan apa pun dari lakunya di makam Joko Tingkir karena takut melawan hukum agamanya, yakni Islam. “Orang hanya boleh berharap berkah dari Allah, tidak dari makam dan lain sebagainya. Apa yang saya lakukan hanya sebatas untuk nglakoni, sekaligus berdoa bagi leluhur,” ujar pria muda yang konon memiliki garis keturunan Joko Tingkir ini.
       Juru kunci makam Joko Tingkir, Jono (56), mengungkapkan, selain sekadar untuk nyekar (menaburkan kembang), orang-orang yang datang ke makam Joko Tingkir ada pula yang berharap mendapat petunjuk mengenai masa depannya. Meski demikian, selama belasan tahun menjaga makam itu, ia merasa tidak pernah menemui hal-hal yang bersifat gaib.

       Meski jumlahnya semakin sedikit, laku tapa prihatin sangat erat dalam kehidupan orang Jawa, terutama mereka yang sungguh-sungguh menghayati kejawen. Bentuk laku tapa, seperti puasa, menyepi, kungkum (berendam di mata air) saat malam hari, diyakini dapat menghantarkan orang untuk aneges karsa atau mengetahui kehendak Tuhan atas dirinya.
       Aneges karsa itulah sebenarnya yang dibutuhkan manusia. Kesibukan, kebisingan, gelora nafsu dalam diri, membuat manusia kerap gagal memahami kehendak Yang Kuasa atas dirinya. Aneges karsa hanya bisa dicapai lewat hening sekaligus kerendahan hati.
       Kisah Joko Tingkir yang membatalkan niatnya untuk membalas dendam atas kekalahannya dari Sutawijaya memperlihatkan sikap pasrah pada kehendak Yang Kuasa. Ia mau rendah hati dan menyingkirkan nafsu kekuasaannya. Ia bersedia menjalani apa yang menjadi tugas dalam hidupnya, yakni mengajar rakyat dan mengembangkan tradisi baru di tengah masyarakat.
Kolam Renang Kartika merupakan salah satu objek wisata tirta andalan yang dimiliki oleh Kabupaten Sragen.Objek wisata ini terletak didalam kota dan mudah untuk dicapai. Berbagai fasilitas disediakan untuk mendukung kenyamanan pengunjung, antara lain kolam renang utama, kolam renang anak-anak yang dilengkapi dengan ban pengaman, kolam luncuran, kolam pemancingan, arena bermain, taman keluarga , dan kafetaria. Kolam Renang Kartika dapat dicapai dengan melewati alun-alun kota , lalu belok ke kanan + 1,5 KM.
Obyek wisata paling dekat yang dapat dikunjungi setelah melakukan perjalanan jauh yaitu Kolam Renang Kartika. Kolam Renang Kartika berada di dalam Kota Sragen, tepatnya di jalan Veteran berdampingan dengan Stadion Sepak Bola Sragen. Kolam Renang Kartika diresmikan pemakaian untuk umum oleh Bupati Sragen tanggal 26 April 1988, menempati areal seluas kurang lebih 2 hektar. Begitu wisatawan memasuki Taman Wisata Kolam Renang Kartika, pertama yang ditemui adalah lapangan parkir, yang dapat menampung kendaraan kurang lebih 50 buah mobil.
Di samping lapangan parkir terdapat sebuah Kolam Pemancingan yang dilengkapi sebuah pondok pemantauan untuk bersantai, serta taman yang ditanami aneka bunga. Setelah memperoleh tanda masuk di loket, maka wisatawan akan memasuki halaman Kolam renang Kartika yang dikelilingi oleh pagar tembok setinggi 3 meter. Kolam Renang KArtika terbagi 2 (dua) bagian utama, yaitu:
Kolam renang untuk umum , kolam renang ini memiliki ukuran panjang 25 meter dan lebar 12,5 meter, sedangkan dalamnya sangat bervariasi yaitu 3 meter, 2,5 meter, serta 1,50 meter
Kolam renang untuk anak-anak , kolam renang ini mempunyai ukuran panjang 12,5 meter, lebar 3 meter serta dalamnya 60 centimeter.
Untuk menjaga kenyamanan para pelanggan maka kolam renang ini selalu dilakukan pengurasan satu kali dalam seminggu. Kolam Renang Kartika dilengkapi dengan arena permainan anak-anak. Fasilitas yang tersedia adalah papan luncur bergelombang, kamar ganti pakaian putra/putri, toilet, cafetaria, gudang, kantor pengelola, dan lain-lain. Beberapa usaha yang telah dan akan ditempuh antara lain perluasan areal objek wisata sehingga dapat meningkatkan daya tampung pengunjung serta meningkatkan keleluasaan gerak dan kenyamanan pengunjung; pembangunan dan penataan taman bermain serta penambahan alat-alat permainan; dan penataan kafetaria serta penambahan kolam renang baru.

Contact Admin

Recent Post

    Area Soloraya

    VISIT SOLORAYA

    Seni Budaya Jawa

    Popular Posts

    Kalender

    Translate To



    EnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianBrazilJapaneseKoreanArabicChinese Simplified



    Labels

    Boyolali (14) Karanganyar (25) Klaten (11) Sragen (17) Sukoharjo (11) Surakarta (13) Wonogiri (14)