JALUR SELO Terletak di Kecamatan Selo masuk
wilayah Kabupaten boyolali, Jawa Tengah. Selo berada di tengah-tengah
antara Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Pendaki yang hendak menapaki
puncak Gunung Merapi lebih suka mengambil jalur dari Selo ini.
Untuk menuju ke Selo bisa ditempuh dari Magelang atau dari Boyolali. Namun lebih mudah memperoleh kendaraan umum dari Boyolali. Untuk menuju ke kota Boyolali dari Semarang naik bus ke Solo atau sebaliknya dari Solo naik bus jurusan Semarang turun di kota Boyolali. Apabila dari kota Yogyakarta harus naik bus jurusan Solo turun di Kartasura, kemudian ganti bus jurusan Solo Semarang turun di kota Boyolali.
Untuk menuju ke Selo dari kota Boyolali menggunakan bus kecil jurusan Selo. Bus yang langsung ke Selo agak jarang biasanya hanya sampai Pasar Cepogo, dan dari pasar Cepogo ganti lagi bus kecil yang menuju Selo.
Untuk menuju ke Selo bisa ditempuh dari Magelang atau dari Boyolali. Namun lebih mudah memperoleh kendaraan umum dari Boyolali. Untuk menuju ke kota Boyolali dari Semarang naik bus ke Solo atau sebaliknya dari Solo naik bus jurusan Semarang turun di kota Boyolali. Apabila dari kota Yogyakarta harus naik bus jurusan Solo turun di Kartasura, kemudian ganti bus jurusan Solo Semarang turun di kota Boyolali.
Untuk menuju ke Selo dari kota Boyolali menggunakan bus kecil jurusan Selo. Bus yang langsung ke Selo agak jarang biasanya hanya sampai Pasar Cepogo, dan dari pasar Cepogo ganti lagi bus kecil yang menuju Selo.
Untuk
menuju ke basecamp Gn. Merbabu, dari pendaki harus berjalan kaki
menyusuri jalan aspal sekitar 1 jam, cukup jauh dan menanjak sehingga
cukup melelahkan. Melintasi perkampungan penduduk dan ladang-ladang yang
berada di lereng-lereng terjal. Biasanya.
Dari basecamp merbabu, pendakian diawali dengan melintasi area perkemahan yang sangat luas yang ditumbuh pohon-pohon pinus. Jalur pertama Agak landai kemudian mulai memasuki kawasan hutan.
Dari basecamp merbabu, pendakian diawali dengan melintasi area perkemahan yang sangat luas yang ditumbuh pohon-pohon pinus. Jalur pertama Agak landai kemudian mulai memasuki kawasan hutan.
Jalur
pendakian masih cukup landai, namun akan banyak dijumpai pertigaan,
maupun perempatan jalur yang menuju ke perkampungan penduduk, maupun
jalur penduduk mencari kayu bakar dan rumput, untuk itu tetap pilih
jalur yang paling lebar. Berjalan sekitar satu jam akan sampai di
Mpitian yang berupa perempatan jalur.
Dari Mpitian masih agak landai melintasi hutan akan berjumpa dengan sungai kering yang berisi pasir. Setelah menyeberangi sungai kering jalur mulai agak menanjak namun masih melintasi hutan.
Kemudian melalui Tikungan Macan jalur mulai sedikit terbuka, namun masih melintasi hutan yang sudah tidak terlalu lebat lagi. Jalur mulai menanjak, setengah jam berikutnya jalur mulai agak sulit dan semakin terjal. Sekitar satu jam dari Tikungan Macan pendaki akan sampai di Batu batu yang besar atau orang bilang batu tulis
Dari Mpitian masih agak landai melintasi hutan akan berjumpa dengan sungai kering yang berisi pasir. Setelah menyeberangi sungai kering jalur mulai agak menanjak namun masih melintasi hutan.
Kemudian melalui Tikungan Macan jalur mulai sedikit terbuka, namun masih melintasi hutan yang sudah tidak terlalu lebat lagi. Jalur mulai menanjak, setengah jam berikutnya jalur mulai agak sulit dan semakin terjal. Sekitar satu jam dari Tikungan Macan pendaki akan sampai di Batu batu yang besar atau orang bilang batu tulis
Dari
Batu Tulis medan mulai terbuka berupa padang rumput yang sangat terjal
dan berdebu. Bila di musim hujan jalur ini licin sekali sehingga perlu
perjuangan sangat keras untuk merangkak ke bergerak ke atas. Puncak
Gunung Merbabu masih belum kelihatan, pendaki masih harus melewati empat
buah bukit yang terjal untuk sampai di puncak
Gunung Merbabu.
Sekitar 1 jam berjuang melintasi medan yang berat dan terjal pendaki akan sampai di puncak bukit, selanjutnya turun dan landai melintasi padang rumput. Pemandangan sekitar di Padang Rumput ini sangat indah, seperti bukit-bukit Teletubies.
Sedikit naik bukit dan kemudian turun lagi pendaki akan sampai di Jemblongan yakni sebuah tempat yang banyak di tumbuhi Edelweiis dalam ukuran besar dan rapat sehingga sehingga membentuk hutan yang rindang.
Pendaki
bisa beristirahat sejenak sambil tiduran di bawah rindangnya hutan
Edelweiss. Di sini adalah tempat terakhir yang bisa digunakan untuk
berteduh dan beristirahat dengan nyaman, karena jalur selanjutnya berupa
padang rumput terbuka yang kering dan sangat terjal, berdebu di musim
kemarau dan sangat licin di musim hujan.
Dari
Jemblongan kembali pendaki harus berjuang untuk mendaki bukit yang
terjal, licin dan berdebu. Puncak Gunung Merbabu masih belum kelihatan
karena tertutup bukit. Pemandangan alam cukup menghibur, di sisi kiri
terdapat Gunung Kenong dan di sisi kanan terdapat gunung Kukusan yang
runcing dan terjal.
Setelah berjalan sekitar 1 jam akan tampak puncak Gunung Merbabu. Pemandangan yang sangat indah di depan mata, sekaligus pemandangan yang mencengangkan, karena kita memandang jalur medan terjal yang harus kita tempuh untuk menggapai puncak gunung Merbabu. Berbalik arah pemandangan ke arah Gunung Merapi juga sangat indah sekali.
Sekitar 30 menit hingga 1 jam diperlukan perjuangan akhir dengan menapaki jalur padang rumput yang terjal dan berdebu untuk mencapai Puncak tertinggi gunung Merbabu. Setibanya di Puncak Gunung Merbabu, untuk menuju Puncak Kenteng Songo kita berjalan sekitar 10 menit ke arah Timur.
Setelah berjalan sekitar 1 jam akan tampak puncak Gunung Merbabu. Pemandangan yang sangat indah di depan mata, sekaligus pemandangan yang mencengangkan, karena kita memandang jalur medan terjal yang harus kita tempuh untuk menggapai puncak gunung Merbabu. Berbalik arah pemandangan ke arah Gunung Merapi juga sangat indah sekali.
Sekitar 30 menit hingga 1 jam diperlukan perjuangan akhir dengan menapaki jalur padang rumput yang terjal dan berdebu untuk mencapai Puncak tertinggi gunung Merbabu. Setibanya di Puncak Gunung Merbabu, untuk menuju Puncak Kenteng Songo kita berjalan sekitar 10 menit ke arah Timur.
Dari puncak kita dapat memandang Gn. Merapi. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, tampak Gn. Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn. Lawu dengan puncaknya yang memanjang.hari pun mulai siang kami pun bergegas turun dan melanjutkan perjalanan kami ke merapi.
Badan masih lelah setelah mendaki gunung merbabu tapi masih semangat untuk melanjutkan perjalanan ke puncak merapi
Untuk mencapai puncak Merapi, para pendaki diharuskan melewati jalur utara. Selain aman, jaraknya juga tidak begitu jauh dibandingkan dengan jalur lain. Dengan berjalan kaki kami masuk Dusun Plalangan jalanannya menanjak penduduk sekitar dengan ramah menyapa kami kebanyakan mereka ada petani dan berternak sapi,
Untuk ke puncak, hanya perlu waktu sekitar 6 jam sedangkan untuk turun diperlukan waktu sekitar 4 jam. Karena waktu tempuhnya cukup singkat, perjalanan bisa dimulai sekitar pukul 24.00, agar kita tiba Puncak Garuda bisa menikmati sunrise dengan jelas. Pendaki dapat beristirahat di basecamp yang dapat menampung sekitar banyak pendaki. Disini tersedia tempat untuk tidur rame-rame. Siapkan persediaan air karena selama diperjalanan kita tidak akan menemui mata air.di sini juga bisa memesan makan sama penjaga basecamp yaa sangking capeknya kami malas masak he..he…
Dari basecamp melalui jalan aspal kita berjalan hingga ujung jalan aspal dan akan menjumpai rumah joglo Pos1. Melalui jalan setapak di sebelah kiri bangunan ini perjalanan akan melintasi kebun penduduk yang banyak ditanami tembakau dan kol. Jalur sedikit menanjak namun banyak kerikil sehingga perlu hati-hati agar tidak terpeleset.
Setengah perjalanan menuju Pos 2 berupa kebun penduduk, setengahnya lagi kita mulai memasuki hutan pinus yang terjal. Jalur ini berupa tanah namun banyak kerikil sehingga cukup menyulitkan perjalanan. Mendekati pos 2 kita mulai melewati batu-batuan yang besar.
Dari
Pos 2 menuju Pos 3 jalur akan banyak melewati batuan-batuan terjal,
angin kencang mulai terasa sangat mengganggu. Gunakan jaket tebal,
sarung tangan, dan penutup muka, karena dinginnya tiupan angin. Bila
ingin beristirahat carilah celah- celah batu yang dapat melindungi kita
dari hembusan angin kencang. Dimalam hari kita dapat menyaksikan
gemerlapnya kota Boyolali.
Dari
Pos 3 menuju Pasar Bubrah, kita akan berhadapan dengan batu-batu
terjal. Disini pendaki harus berjalan sambil merangkak dibeberapa tempat
yang terjal. Hembusan angin kencang sangat terasa, seolah-olah
melarang para pendaki untuk mendekati Puncak Merapi ini.
Di Pasar Bubrah ini terdapat suatu lembah dengan batu-batuan yang berserakan yang sangat luas menyerupai sebuah pasar tradisional. Konon, masyarakat menganggap pasar tersebut sebagai pasar para lelembut.
Di Pasar Bubrah ini terdapat suatu lembah dengan batu-batuan yang berserakan yang sangat luas menyerupai sebuah pasar tradisional. Konon, masyarakat menganggap pasar tersebut sebagai pasar para lelembut.
Dari
Pasar Bubrah pendaki dapat melanjutkan pendakian ke Puncak Garuda.
Puncak ini sudah rusak dan longsor sehingga sangat berbahaya untuk
melakukan pendakian. Selain sangat terjal dan mudah longsor juga angin
kencang bertiup tiada hentinya.
Dari puncak Garuda, Anda bisa melihat pemandangan yang menakjubkan, dimana kawah merapi berada di depan mata tak henti-hentinya mengeluarkan asap. Tampak pula, di sebelah utara, Gunung Merbabu yang menantang untuk ditaklukkan.
Dari puncak Garuda, Anda bisa melihat pemandangan yang menakjubkan, dimana kawah merapi berada di depan mata tak henti-hentinya mengeluarkan asap. Tampak pula, di sebelah utara, Gunung Merbabu yang menantang untuk ditaklukkan.
Di seberang Barat dan Timur, Gunung Lawu
dan Gunung Sindoro-Sumbing seperti gundukan-gundukan hijau. Jika cuaca
cerah, pemandangan lebih mengasyikkan lagi, karena Anda bisa melihat
kota Magelang dan Boyolali. Di puncak suhunya bisa mencapai 5 derajat
sampai -8 derajat. Karena kabut mulai berdatangan kami pun turun..dalam
perjalanan turun kami salut sama penduduk sekitar ternyata mereka
mencari rumput untuk hewan ternak mereka sampai di puncak
merapi..he..he hebat.
Kalau boleh
diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang
Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat
berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo.
Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama
melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini.
Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal
Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut
utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai
dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan
pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas.
Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki
menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk
menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km
yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali
pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat
memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki.
13459149151487006849
Pemandangan Awal Pendakian Merbabu
Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak
Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan
dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah
pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai
sudah pada level sekitar 1700 mdpl.
Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur
perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani
pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang
digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi
mereka.
1345914973737557316
Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian
Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah
warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang
sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup
ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di
ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa
ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan
yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para
penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki.
Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak
dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para
pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat
untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil
harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air
lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang.
Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak
menara pemancar dan
13459150301599095522
Menara Pemancar di Merbabu
jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan
penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan
daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam.
Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan
menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan
sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak.
Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat
indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di
sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas.
13459158711407265179
Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing
Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan
Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan
Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo
berada di tengah.
Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh
jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri
akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah
kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi.
Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa
digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke
arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan
gunung Merbabu.
Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah
perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan
yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan
setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki
harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan
menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir
batu-batuan dan jalanan berpasir.
13459163151102672891
Puncak Syarif dan Jembatan Setan
1345915101189976619
Batu-batu di Puncak Kenteng Songo
Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa
melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa
jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah
sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini,
selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga
satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah
ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan
jelas gunung Merapi di depannya.
Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah
melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di
Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati
daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi.
Perjalanan turun
13459151951367981067
Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo
Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah.
Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki
sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati
jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung
yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu
adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit
dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki
turun.
Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian
Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para
pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak.
Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya
turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang
ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga
kumpulan edelweis.
1345916382166684054
Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo
Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah
melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu,
jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis
dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar.
Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur
pendakian Selo.
Transit dan tukang ojek Desa Selo
Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki
sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain
itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa
Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp
20.000.
Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa
dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah
ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk
sekitar sendiri.
Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa
pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya
saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan
kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya.
Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini
terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di
daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam
sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih
mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di
daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu
kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis
berbincang tentang profesinya sebagai petani.
Merapi – Gunung Kedua
Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung
api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu.
13459156992012881951
NEW SELO
Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki
adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan
naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh
karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki
sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas
carier dalam ukuran besar.
Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil
jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa
pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan
waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat
matahari terbit.
Perjalanan pasir yang terjal
Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang
didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan
“NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang
ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi.
Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang
masih diselimuti hutan tropis.
1345915768691609963
Menuju Puncak Merapi
Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah.
Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh
pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir
dan batuan yang begitu berlimpah.
13459152691226171879
Pasar Bubrah
Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai.
Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk
naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke
bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus
merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama
kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat
pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam.
Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang
masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau
belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari
terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas
ketika langit cerah.
13459159711153931978
Matahari Terbit dari Puncak Merapi
13459156211792489940
Kawah Merapi dan Lava Pijarnya
Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi
Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan
sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari
bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini
merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan
baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak
mendukung,” katanya.
Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di
sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di
malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan
harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu.
Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi
daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan
juta,” katanya menambahkan.
Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung.
Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan
transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang
punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu.
13459155171063692951
Pendaki Mancanegara di Merapi
Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali
ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang
berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa:
Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini
langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan
lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka.
Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis
menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini
merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik
untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia
dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga
minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali.
Tentang vandalisme dan sampah
13459161311653309944
Vandalisme di Kenteng Songo
Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic
penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita
estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak
mereka yang mengaku “pecinta alam.”
Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di
daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat
sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya
mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin
hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya
tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki.
1345916178100720368
Sampah di Jalur Pendakian Merapi
Dan tentang mereka yang meninggal
1345914484988131703
Nisan atas Nama Simuh
Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini
untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di
gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru.
13459146301028469933
Nisan di Merapi
134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto
Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung
Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno)
ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki
bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah
ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa
bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih
harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Kalau boleh
diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang
Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat
berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo.
Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama
melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini.
Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal
Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut
utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai
dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan
pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas.
Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki
menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk
menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km
yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali
pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat
memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki.
13459149151487006849
Pemandangan Awal Pendakian Merbabu
Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak
Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan
dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah
pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai
sudah pada level sekitar 1700 mdpl.
Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur
perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani
pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang
digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi
mereka.
1345914973737557316
Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian
Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah
warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang
sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup
ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di
ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa
ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan
yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para
penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki.
Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak
dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para
pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat
untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil
harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air
lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang.
Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak
menara pemancar dan
13459150301599095522
Menara Pemancar di Merbabu
jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan
penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan
daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam.
Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan
menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan
sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak.
Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat
indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di
sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas.
13459158711407265179
Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing
Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan
Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan
Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo
berada di tengah.
Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh
jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri
akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah
kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi.
Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa
digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke
arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan
gunung Merbabu.
Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah
perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan
yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan
setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki
harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan
menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir
batu-batuan dan jalanan berpasir.
13459163151102672891
Puncak Syarif dan Jembatan Setan
1345915101189976619
Batu-batu di Puncak Kenteng Songo
Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa
melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa
jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah
sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini,
selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga
satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah
ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan
jelas gunung Merapi di depannya.
Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah
melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di
Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati
daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi.
Perjalanan turun
13459151951367981067
Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo
Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah.
Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki
sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati
jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung
yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu
adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit
dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki
turun.
Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian
Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para
pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak.
Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya
turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang
ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga
kumpulan edelweis.
1345916382166684054
Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo
Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah
melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu,
jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis
dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar.
Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur
pendakian Selo.
Transit dan tukang ojek Desa Selo
Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki
sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain
itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa
Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp
20.000.
Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa
dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah
ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk
sekitar sendiri.
Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa
pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya
saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan
kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya.
Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini
terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di
daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam
sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih
mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di
daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu
kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis
berbincang tentang profesinya sebagai petani.
Merapi – Gunung Kedua
Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung
api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu.
13459156992012881951
NEW SELO
Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki
adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan
naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh
karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki
sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas
carier dalam ukuran besar.
Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil
jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa
pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan
waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat
matahari terbit.
Perjalanan pasir yang terjal
Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang
didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan
“NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang
ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi.
Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang
masih diselimuti hutan tropis.
1345915768691609963
Menuju Puncak Merapi
Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah.
Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh
pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir
dan batuan yang begitu berlimpah.
13459152691226171879
Pasar Bubrah
Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai.
Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk
naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke
bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus
merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama
kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat
pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam.
Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang
masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau
belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari
terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas
ketika langit cerah.
13459159711153931978
Matahari Terbit dari Puncak Merapi
13459156211792489940
Kawah Merapi dan Lava Pijarnya
Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi
Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan
sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari
bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini
merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan
baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak
mendukung,” katanya.
Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di
sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di
malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan
harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu.
Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi
daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan
juta,” katanya menambahkan.
Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung.
Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan
transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang
punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu.
13459155171063692951
Pendaki Mancanegara di Merapi
Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali
ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang
berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa:
Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini
langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan
lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka.
Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis
menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini
merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik
untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia
dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga
minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali.
Tentang vandalisme dan sampah
13459161311653309944
Vandalisme di Kenteng Songo
Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic
penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita
estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak
mereka yang mengaku “pecinta alam.”
Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di
daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat
sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya
mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin
hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya
tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki.
1345916178100720368
Sampah di Jalur Pendakian Merapi
Dan tentang mereka yang meninggal
1345914484988131703
Nisan atas Nama Simuh
Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini
untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di
gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru.
13459146301028469933
Nisan di Merapi
134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto
Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung
Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno)
ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki
bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah
ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa
bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih
harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Kalau boleh
diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang
Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat
berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo.
Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama
melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini.
Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal
Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut
utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai
dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan
pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas.
Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki
menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk
menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km
yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali
pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat
memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki.
13459149151487006849
Pemandangan Awal Pendakian Merbabu
Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak
Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan
dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah
pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai
sudah pada level sekitar 1700 mdpl.
Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur
perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani
pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang
digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi
mereka.
1345914973737557316
Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian
Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah
warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang
sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup
ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di
ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa
ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan
yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para
penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki.
Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak
dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para
pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat
untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil
harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air
lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang.
Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak
menara pemancar dan
13459150301599095522
Menara Pemancar di Merbabu
jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan
penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan
daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam.
Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan
menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan
sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak.
Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat
indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di
sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas.
13459158711407265179
Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing
Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan
Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan
Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo
berada di tengah.
Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh
jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri
akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah
kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi.
Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa
digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke
arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan
gunung Merbabu.
Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah
perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan
yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan
setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki
harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan
menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir
batu-batuan dan jalanan berpasir.
13459163151102672891
Puncak Syarif dan Jembatan Setan
1345915101189976619
Batu-batu di Puncak Kenteng Songo
Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa
melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa
jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah
sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini,
selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga
satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah
ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan
jelas gunung Merapi di depannya.
Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah
melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di
Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati
daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi.
Perjalanan turun
13459151951367981067
Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo
Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah.
Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki
sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati
jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung
yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu
adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit
dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki
turun.
Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian
Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para
pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak.
Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya
turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang
ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga
kumpulan edelweis.
1345916382166684054
Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo
Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah
melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu,
jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis
dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar.
Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur
pendakian Selo.
Transit dan tukang ojek Desa Selo
Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki
sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain
itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa
Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp
20.000.
Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa
dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah
ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk
sekitar sendiri.
Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa
pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya
saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan
kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya.
Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini
terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di
daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam
sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih
mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di
daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu
kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis
berbincang tentang profesinya sebagai petani.
Merapi – Gunung Kedua
Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung
api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu.
13459156992012881951
NEW SELO
Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki
adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan
naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh
karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki
sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas
carier dalam ukuran besar.
Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil
jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa
pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan
waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat
matahari terbit.
Perjalanan pasir yang terjal
Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang
didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan
“NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang
ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi.
Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang
masih diselimuti hutan tropis.
1345915768691609963
Menuju Puncak Merapi
Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah.
Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh
pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir
dan batuan yang begitu berlimpah.
13459152691226171879
Pasar Bubrah
Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai.
Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk
naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke
bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus
merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama
kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat
pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam.
Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang
masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau
belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari
terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas
ketika langit cerah.
13459159711153931978
Matahari Terbit dari Puncak Merapi
13459156211792489940
Kawah Merapi dan Lava Pijarnya
Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi
Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan
sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari
bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini
merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan
baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak
mendukung,” katanya.
Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di
sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di
malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan
harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu.
Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi
daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan
juta,” katanya menambahkan.
Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung.
Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan
transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang
punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu.
13459155171063692951
Pendaki Mancanegara di Merapi
Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali
ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang
berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa:
Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini
langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan
lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka.
Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis
menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini
merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik
untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia
dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga
minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali.
Tentang vandalisme dan sampah
13459161311653309944
Vandalisme di Kenteng Songo
Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic
penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita
estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak
mereka yang mengaku “pecinta alam.”
Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di
daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat
sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya
mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin
hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya
tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki.
1345916178100720368
Sampah di Jalur Pendakian Merapi
Dan tentang mereka yang meninggal
1345914484988131703
Nisan atas Nama Simuh
Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini
untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di
gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru.
13459146301028469933
Nisan di Merapi
134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto
Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung
Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno)
ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki
bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah
ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa
bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih
harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Kalau boleh
diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang
Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat
berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo.
Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama
melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini.
Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal
Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut
utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai
dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan
pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas.
Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki
menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk
menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km
yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali
pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat
memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki.
13459149151487006849
Pemandangan Awal Pendakian Merbabu
Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak
Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan
dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah
pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai
sudah pada level sekitar 1700 mdpl.
Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur
perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani
pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang
digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi
mereka.
1345914973737557316
Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian
Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah
warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang
sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup
ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di
ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa
ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan
yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para
penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki.
Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak
dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para
pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat
untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil
harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air
lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang.
Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak
menara pemancar dan
13459150301599095522
Menara Pemancar di Merbabu
jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan
penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan
daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam.
Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan
menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan
sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak.
Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat
indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di
sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas.
13459158711407265179
Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing
Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan
Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan
Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo
berada di tengah.
Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh
jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri
akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah
kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi.
Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa
digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke
arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan
gunung Merbabu.
Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah
perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan
yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan
setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki
harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan
menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir
batu-batuan dan jalanan berpasir.
13459163151102672891
Puncak Syarif dan Jembatan Setan
1345915101189976619
Batu-batu di Puncak Kenteng Songo
Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa
melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa
jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah
sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini,
selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga
satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah
ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan
jelas gunung Merapi di depannya.
Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah
melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di
Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati
daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi.
Perjalanan turun
13459151951367981067
Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo
Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah.
Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki
sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati
jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung
yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu
adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit
dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki
turun.
Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian
Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para
pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak.
Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya
turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang
ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga
kumpulan edelweis.
1345916382166684054
Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo
Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah
melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu,
jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis
dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar.
Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur
pendakian Selo.
Transit dan tukang ojek Desa Selo
Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki
sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain
itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa
Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp
20.000.
Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa
dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah
ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk
sekitar sendiri.
Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa
pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya
saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan
kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya.
Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini
terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di
daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam
sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih
mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di
daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu
kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis
berbincang tentang profesinya sebagai petani.
Merapi – Gunung Kedua
Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung
api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu.
13459156992012881951
NEW SELO
Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki
adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan
naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh
karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki
sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas
carier dalam ukuran besar.
Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil
jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa
pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan
waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat
matahari terbit.
Perjalanan pasir yang terjal
Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang
didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan
“NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang
ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi.
Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang
masih diselimuti hutan tropis.
1345915768691609963
Menuju Puncak Merapi
Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah.
Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh
pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir
dan batuan yang begitu berlimpah.
13459152691226171879
Pasar Bubrah
Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai.
Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk
naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke
bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus
merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama
kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat
pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam.
Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang
masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau
belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari
terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas
ketika langit cerah.
13459159711153931978
Matahari Terbit dari Puncak Merapi
13459156211792489940
Kawah Merapi dan Lava Pijarnya
Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi
Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan
sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari
bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini
merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan
baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak
mendukung,” katanya.
Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di
sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di
malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan
harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu.
Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi
daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan
juta,” katanya menambahkan.
Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung.
Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan
transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang
punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu.
13459155171063692951
Pendaki Mancanegara di Merapi
Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali
ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang
berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa:
Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini
langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan
lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka.
Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis
menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini
merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik
untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia
dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga
minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali.
Tentang vandalisme dan sampah
13459161311653309944
Vandalisme di Kenteng Songo
Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic
penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita
estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak
mereka yang mengaku “pecinta alam.”
Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di
daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat
sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya
mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin
hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya
tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki.
1345916178100720368
Sampah di Jalur Pendakian Merapi
Dan tentang mereka yang meninggal
1345914484988131703
Nisan atas Nama Simuh
Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini
untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di
gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru.
13459146301028469933
Nisan di Merapi
134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto
Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung
Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno)
ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki
bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah
ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa
bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih
harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Kalau boleh
diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang
Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat
berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo.
Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama
melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini.
Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal
Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut
utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai
dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan
pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas.
Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki
menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk
menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km
yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali
pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat
memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki.
13459149151487006849
Pemandangan Awal Pendakian Merbabu
Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak
Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan
dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah
pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai
sudah pada level sekitar 1700 mdpl.
Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur
perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani
pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang
digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi
mereka.
1345914973737557316
Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian
Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah
warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang
sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup
ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di
ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa
ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan
yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para
penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki.
Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak
dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para
pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat
untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil
harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air
lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang.
Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak
menara pemancar dan
13459150301599095522
Menara Pemancar di Merbabu
jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan
penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan
daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam.
Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan
menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan
sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak.
Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat
indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di
sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas.
13459158711407265179
Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing
Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan
Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan
Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo
berada di tengah.
Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh
jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri
akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah
kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi.
Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa
digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke
arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan
gunung Merbabu.
Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah
perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan
yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan
setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki
harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan
menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir
batu-batuan dan jalanan berpasir.
13459163151102672891
Puncak Syarif dan Jembatan Setan
1345915101189976619
Batu-batu di Puncak Kenteng Songo
Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa
melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa
jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah
sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini,
selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga
satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah
ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan
jelas gunung Merapi di depannya.
Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah
melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di
Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati
daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi.
Perjalanan turun
13459151951367981067
Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo
Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah.
Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki
sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati
jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung
yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu
adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit
dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki
turun.
Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian
Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para
pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak.
Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya
turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang
ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga
kumpulan edelweis.
1345916382166684054
Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo
Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah
melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu,
jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis
dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar.
Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur
pendakian Selo.
Transit dan tukang ojek Desa Selo
Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki
sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain
itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa
Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp
20.000.
Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa
dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah
ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk
sekitar sendiri.
Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa
pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya
saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan
kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya.
Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini
terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di
daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam
sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih
mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di
daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu
kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis
berbincang tentang profesinya sebagai petani.
Merapi – Gunung Kedua
Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung
api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu.
13459156992012881951
NEW SELO
Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki
adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan
naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh
karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki
sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas
carier dalam ukuran besar.
Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil
jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa
pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan
waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat
matahari terbit.
Perjalanan pasir yang terjal
Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang
didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan
“NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang
ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi.
Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang
masih diselimuti hutan tropis.
1345915768691609963
Menuju Puncak Merapi
Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah.
Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh
pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir
dan batuan yang begitu berlimpah.
13459152691226171879
Pasar Bubrah
Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai.
Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk
naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke
bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus
merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama
kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat
pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam.
Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang
masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau
belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari
terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas
ketika langit cerah.
13459159711153931978
Matahari Terbit dari Puncak Merapi
13459156211792489940
Kawah Merapi dan Lava Pijarnya
Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi
Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan
sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari
bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini
merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan
baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak
mendukung,” katanya.
Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di
sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di
malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan
harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu.
Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi
daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan
juta,” katanya menambahkan.
Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung.
Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan
transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang
punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu.
13459155171063692951
Pendaki Mancanegara di Merapi
Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali
ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang
berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa:
Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini
langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan
lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka.
Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis
menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini
merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik
untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia
dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga
minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali.
Tentang vandalisme dan sampah
13459161311653309944
Vandalisme di Kenteng Songo
Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic
penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita
estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak
mereka yang mengaku “pecinta alam.”
Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di
daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat
sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya
mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin
hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya
tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki.
1345916178100720368
Sampah di Jalur Pendakian Merapi
Dan tentang mereka yang meninggal
1345914484988131703
Nisan atas Nama Simuh
Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini
untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di
gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru.
13459146301028469933
Nisan di Merapi
134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto
Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung
Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno)
ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki
bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah
ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa
bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih
harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Kalau boleh
diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang
Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat
berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo.
Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama
melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini.
Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal
Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut
utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai
dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan
pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas.
Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki
menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk
menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km
yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali
pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat
memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki.
13459149151487006849
Pemandangan Awal Pendakian Merbabu
Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak
Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan
dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah
pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai
sudah pada level sekitar 1700 mdpl.
Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur
perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani
pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang
digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi
mereka.
1345914973737557316
Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian
Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah
warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang
sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup
ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di
ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa
ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan
yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para
penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki.
Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak
dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para
pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat
untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil
harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air
lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang.
Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak
menara pemancar dan
13459150301599095522
Menara Pemancar di Merbabu
jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan
penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan
daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam.
Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan
menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan
sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak.
Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat
indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di
sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas.
13459158711407265179
Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing
Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan
Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan
Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo
berada di tengah.
Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh
jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri
akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah
kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi.
Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa
digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke
arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan
gunung Merbabu.
Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah
perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan
yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan
setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki
harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan
menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir
batu-batuan dan jalanan berpasir.
13459163151102672891
Puncak Syarif dan Jembatan Setan
1345915101189976619
Batu-batu di Puncak Kenteng Songo
Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa
melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa
jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah
sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini,
selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga
satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah
ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan
jelas gunung Merapi di depannya.
Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah
melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di
Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati
daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi.
Perjalanan turun
13459151951367981067
Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo
Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah.
Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki
sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati
jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung
yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu
adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit
dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki
turun.
Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian
Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para
pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak.
Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya
turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang
ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga
kumpulan edelweis.
1345916382166684054
Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo
Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah
melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu,
jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis
dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar.
Perjalanan turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur
pendakian Selo.
Transit dan tukang ojek Desa Selo
Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki
sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain
itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa
Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp
20.000.
Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa
dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah
ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk
sekitar sendiri.
Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa
pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya
saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan
kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya.
Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini
terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di
daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam
sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih
mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di
daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu
kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis
berbincang tentang profesinya sebagai petani.
Merapi – Gunung Kedua
Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung
api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu.
13459156992012881951
NEW SELO
Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki
adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan
naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh
karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki
sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas
carier dalam ukuran besar.
Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil
jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa
pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan
waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat
matahari terbit.
Perjalanan pasir yang terjal
Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang
didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan
“NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang
ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi.
Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang
masih diselimuti hutan tropis.
1345915768691609963
Menuju Puncak Merapi
Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah.
Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh
pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir
dan batuan yang begitu berlimpah.
13459152691226171879
Pasar Bubrah
Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai.
Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk
naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke
bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus
merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama
kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat
pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam.
Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang
masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau
belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari
terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas
ketika langit cerah.
13459159711153931978
Matahari Terbit dari Puncak Merapi
13459156211792489940
Kawah Merapi dan Lava Pijarnya
Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi
Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan
sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari
bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini
merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan
baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak
mendukung,” katanya.
Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di
sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di
malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan
harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu.
Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi
daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan
juta,” katanya menambahkan.
Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung.
Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan
transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang
punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu.
13459155171063692951
Pendaki Mancanegara di Merapi
Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali
ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang
berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa:
Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini
langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan
lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka.
Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis
menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini
merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik
untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia
dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga
minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali.
Tentang vandalisme dan sampah
13459161311653309944
Vandalisme di Kenteng Songo
Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic
penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita
estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak
mereka yang mengaku “pecinta alam.”
Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di
daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat
sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya
mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin
hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya
tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki.
1345916178100720368
Sampah di Jalur Pendakian Merapi
Dan tentang mereka yang meninggal
1345914484988131703
Nisan atas Nama Simuh
Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini
untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di
gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru.
13459146301028469933
Nisan di Merapi
134591457082549675Nisan atas Nama Sugiyanto
Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung
Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno)
ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki
bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah
ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa
bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih
harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nicholausprasetya/estafet-merbabu-merapi-sebuah-cerita-pendakian_55174a49a33311ad07b65acf
0 comments:
Post a Comment
Tata tertib berkomentar :
1. Komentar harus relevan dengan konten yang dibaca
2. Gunakan bahasa yang baik dan sopan
3. Tidak mengandung unsur SARA or Bullying.
4. Dilarang SPAM. Exp: Nice gan, Makasih Gan, dll
5. Dilarang menyisipkan link pada isi komentar. Aktif ataupun tidak.
Berlakulah dengan bijak dalam menggunakan sarana publik ini. Baca dan pahami isinya terlebih dahulu, barulah Berkomentar. Terimakasih.